Dalam melakukan ibadah haji terdapat tiga
cara, yaitu : TAMATTU', QIRAN dan IFRAD. Haji Tammatu' ialah berihram untuk
umrah pada bulan-bulan haji (Syawal, Dzul Qa'dah dan sepuluh hari pertama bulan
Dzul Hijjah), dan diselesaikan umrahnya pada waktu-waktu itu. Kemudian berihram
untuk haji dari Mekkah atau sekitarnya pada hari Tarwiyah (tgl 8 Dzul Hijjah)
pada tahun umrahnya tersebut. Haji Qiran ialah, berihram untuk umrah dan haji
sekaligus, dan terus berihram (tidak Tahallul) kecuali pada hari nahr (tgl 10 Dzul
Hijjah). Atau berihram untuk umrah terlebih dahulu, kemudian sebelum melakukan
tawaf umrah memasukkan niat haji.
Haji Ifrad ialah, berihram untuk haji dari
miqat, atau dari Mekkah bagi penduduk Mekkah, atau dari tempat lain di daerah
miqat bagi yang tinggal disitu, kemudian tetap dalam keadaan ihramnya sampai
hari nahr apabila ia membawa binatang kurban. Jika tidak membawanya maka
dianjurkannya untuk membatalkan niat hajinya dan menggantinya dengan umrah,
selanjutnya melakukan tawaf, sa'i, mencukur rambut dan bertahallul, sebagaiman
perintah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap orang-orang yang berihram
haji tetapi tidak membawa binatang kurban. Begitu pula bagi yang melakukan haji
Qiran, apabila ia tidak membawa binatang kurban, dianjurkannya untuk
membatalkan niat Qiran-nya itu, dan menggantinya menjadi Umrah, sebagaimana
yang tersebut diatas.
Ibadah haji yang lebih utama ialah Haji
Tamattu' bagi yang tidak membawa binatang kurban, oleh karena Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan hal itu dan menekankannya kepada
para sahabatnya.
CARA
MELAKUKAN UMRAH
Pertama.
Apabila anda telah sampai di miqat, maka mandilah dan pakailah wangi-wangian
jika hal itu memungkinkan, kemudian kenakanlah pakaian ihram (sarung dan
selendang). Dan lebih utama apabila berwarna putih.
Bagi wanita
boleh mengenakan pakaian yang ia sukai, asal tidak menampakkan perhiasan.
Kemudian berniat ihram untuk umrah seraya mengucapkan : "Labbaika
'umratan, Labbaika allahuma labbaika, labbaika laa syariikalaka labbaika, innal
hamda wan ni'mata laka wal mulka laa syariika laka". "Artinya : Ku
sambut panggilan-Mu untuk melaksanakan Umrah. Ku sambut panggilan-Mu ya Ilahi,
Ku sambut panggilan-Mu, Ku sambut pangggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, Ku
sambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, ni'mat dan kerajaan adalah
milk-Mu, tiada sekutu bagi-Mu"
Bagi kaum pria hendaknya mengucapkan talbiyah
ini dengan suara keras, sedangkan bagi wanita hendaknya mengucapkan dengan
suara pelan. Kemudian perbanyaklah membaca talbiyah. dzikir dan istighfar serta
menganjurkan berbuat baik dan mencegah kemungkaran.
Kedua.
Apabila anda telah sampai Mekkah. Maka lakukanlah Tawaf di Ka'bah sebanyak
tujuh kali putaran, anda mulai dari Hajar Aswad sambil bertakbir dan anda
sudahi di Hajar Aswad itu pula. Dan bacalah dzikir serta do'a yang anda
kehendaki, dan sebaiknya anda sudahi setiap putaran dengan bacaan.
"Rabbanaa aatinaa fiid dunyaa hasanah, wa fil akhirati hasanah, wa qinaa
'adzaa baannari" "Artinya : Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksaan api
neraka".
Kemudian
setelah Tawaf, lakukan shalat dua raka'at di belakang makam Ibrahim walaupun
agak jauh dari tempat tersebut jika hal itu mungkin. Dan jika tidak, maka
lakukanlah di tempat lain di dalam Masjid. Ketiga. Kemudian keluarlah menuju
Safa dan naiklah ke atasnya sambil menghadap Ka'bah, bacalah tahmid serta
takbir tiga kali sambil mengangkat kedua tangan, dan bacalah do'a serta
ulangilah setiap do'a tiga kali sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, dan ucapkanlah : "La ilaha illallah wahdahu laa
syariikalahu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa 'alaa kulli syain qadiir, la
ilaha illallah wahdahu anjaza wa'dah, wa nashara 'abdah wahazamal ahzaaba
wahdah" "Artinya : Tiada Tuhan yang patut di sembah selain Allah yang
Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, hanya bagi-Nya segala kerajaan, dan hanya
bagi-Nya segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada Tuhan yang
patut disembah selain Allah yang Esa, yang menepati janji-Nya, dan memenangkan
hamba-Nya serta telah menghancurkan golongan kafir, dengan tanpa dibantu
siapapun". Ucapkanlah bacaan tersebut tiga kali, dan tak mengapa apabila
anda baca kurang dari bilangan itu.
Kemudian
turunlah dan lakukanlah Sa'i Umrah sebanyak tujuh kali putaran dengan berjalan
cepat diantara tanda hijau, dan berjalan biasa sebelum dan sesudah tanda
tersebut, kemudian naiklah anda ke atas Marwah, dan bacalah tahmid dan takbir
tiga kali apabila mungkin, sebagaimana yang anda lakukan di Safa. Dalam Tawaf
atau Sa'i, tidak ada bacaan dzikir wajib yang khsusus untuk itu. Akan tetapi
dibolehkan bagi yang melakukan Tawaf atau Sa'i untuk membaca dzikir dan do'a
atau bacaan Al-Qur'an yang mudah baginya, dengan mengutamakan bacaan-bacaan
dzikir dan do'a yang bersumber dari tuntunan Rasul Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Keempat.
Bila anda telah selesai melakukan Sa'i, maka cukurlah dengan bersih atau
pendekkan rambut kepala anda. Dengan demikian selesailah Umrah anda dan
selanjutnya anda diperbolehkan melakukan hal hal yang tadinya menjadi larangan.
Apabila anda
melakukan haji Tamattu', maka wajib bagi anda menyembelih kurban pada hari
Nahr, yaitu seekor kambing atau sepertujuh onta/sapi, jika anda tidak
mendapatkannya, maka anda wajib melakukan puasa sepuluh hari ; tiga hari
diwaktu haji, dan tujuh hari setelah anda pulang ke keluarga anda. Dan lebih
utama, anda lakukan puasa tiga hari itu sebelum hari Arafah, jika anda
melakukan haji Tamattu' atau Qiran.
1.Ihram dari
Miqot
Kata ihram
diambil dari bahasa arab dari Al-haram yang bermakna terlarang atau tercegah,
dinamakan hal tersebut dengan ihram karena seseorang dengan niatnya masuk
kepada kehormatan ibadah haji, maka dia dilarang berkata dan beramal dengan
hal-hal tertentu seperti jima’, menikah, berucap ucapan kotor dan
lain-sebagainya.Sehingga dapat diambil satu definisi syar’i bahwa ihram adalah
salah satu niat dari dua nusuk (yaitu haji dan umrah) atau kedua-duanya secara
bersamaan , dari sini jelas terpahami sebagai suatu kesalahan apa yang telah
dipahami sebagian kaum muslimin bahwa ihram adalah berpakaian dengan kain ihram
karena ihram adalah niat masuk kedalam haji atau umrah, sedangkan berpakaian
dengan kain ihram hanya merupakan satu keharusan bagi seorang yang telah berihram
. Dan melakukan ihram dari miqat merupakan satu kewajiban dari hal-hal yang
wajib dilakukan oleh seorang yang ingin menunaikan haji atau umrah adalah
pengambilan miqat sebagai tempat berihram sehingga mereka yang tidak berihram
dari miqat berarti meninggalkan suatu kewajiban dalam haji dan wajib atas
mereka untuk menggantinya dengan Dam (denda). Adapun cara berihram , maka
seorang yang telah berketetapan untuk haji atau umrah maka disunnahkan baginya
untuk mencontoh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam melakukan hal-hal
yang berhubungan dengan amalannya sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh
hadits-hadits yang shahih . Adapun cara-caranya adalah :
1.
Disunnahkan untuk mandi sebelum ihram bagi laki-laki dan perempuan baik dalam
keadaaan suci atau haidh, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir
Radhiallahu’anhu, beliau berkata: فخرجنا معه حتى أتينا ذا الحليفة فولدت كيف أصنع؟ قال :rأسماء بنت عميس محمد بن أبي بكر فأرسلت الىرسول الله اغتسلي واستثفري بثوب واحرمي (رواه مسلم) “Lalu
kami keluar bersamanya Shallallahu’alaihi Wasallam lalu tatkala sampai Dzul
hulaifah Asma binti ‘Umais melahirkan Muhammad bin Abi Bakr, maka ia (Asma)
mengutus (seseorang untuk bertemu) kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam (dan berkata): ‘Apa yang aku kerjakan? maka beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam menjawab: “Mandilah dan beristitsfarlah 2 dan berihramlah.” (Riwayat
Muslim (2941) 8/404, Abu Daud no. 1905 dan 1909, dan Ibnu Majah no.3074.)
Apabila tidak mendapatkan air maka tidak ber-tayammum karena bersuci yang disunnahkan,
apabila tidak dapat menggunakan air maka tidak bertayamum karena Allah
menyebutkan tayamum dalam bersuci dari hadats sebagai firman-Nya: يا أيها الذين
ءامنوا اذا قمتم الى الصلوة فاغسلوا وجوهكم وايديكم الى المرافق وامسحو برؤوسكم
وارجلكم إلى الكعبين وان كنتم جنبًا فاطهروا وان كنتم مرضى أو على سفر أو جاء
أحدمنكم أو الغائط أو لمستم النساء فلم تجد ماء فتيمموا صعيدًا طيبًا “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan
tanah yang baik (bersih); “(QS.Al Maidah :6) maka tidak bisa dianalogikan
(di-qiyas-kan) kepada yang lainnya,dan juga tidak ada contoh atau perintah dari
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam untuk ber-tayammum, apalagi kalau mandi ihram
tersebut adalah untuk kebersihan dengan dalil perintah beliau kepada Asma bintu
Umais yang sedang haidh untuk mandi tersebut.
2.
Disunnahkan untuk memakai minyak wangi ketika ihram sebagaimana yang dikatakan
Aisyah: كنت أطيب النبي لاحرامه قبل ان يحرم و لحله قبل أن يطوف بالبيت. “Aku
memakaikan nabi wangi-wangian untuk ihramnya sebelum berihram dan ketika
halalnya sebelum thawaf di Ka’bah” (HR, Bukhory no.1539 dan Muslim no. 1189).
Dan hanya diperbolehkan pada anggota badan dan bukan pada pakaian ihramnya
karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: لا تلبسوا ثوبا مسه
الزعفران و لا الورس “Janganlah kalian memakai pakaian yang terkena minyak wangi
za’faran dan wars.”(Muttafaqun alaih). Memakai minyak wangi ini ada dua keadaan: 1. Memakainya sebelum mandi dan
berihram,dan ini sepakat tidak ada permasalahan 2. Memakainya setelah mandi dan sebelum berihram dan minyak wangi
tersebut tidak hilang, maka ini dibolehkan oleh para ulama kecuali Imam Malik
dan orang-orang yang sependapat dengan pendapatnya. Dalil pembolehannya adalah
hadits Aisyah, beliau اذا اراد أن يحرم يتطيب بأطيب ما يجد ثم أرى وبيصrberkata: كان رسول الله الدهن في رأسه
و لحيته بعد ذلك رواه مسلم “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam kalau ingin
berihram memakai wangi- wangian yang paling wangi yang beliau dapatkan kemudian
aku melihat kilatan minyak di kepalanya dan jenggotnya setelah itu”.(HR.Muslim
no.2830 ). Dan Aisyah berkata و هو محرم “Seakanrpula: كأني أنظر الى وبيص المسك في مفرق رسول الله akan aku melihat kilatan misk
(minyak wangi misk) di bagian kepala Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
sedangkan beliau dan keadaan ihram “. (HR. Muslim no. 2831 dan Bukhory no.
5923). Masalah: Apabila sesorang memakai wangi- wangian di badannya yaitu di
kepala dan jenggotnya, lalu minyak wangi tersebut menetes atau meleleh ke
bawah, apakah hal ini mempengaruhi atau tidak? Jawab: Tidak mempengaruhi ,
karena perpindahan minyak wangi tersebut dengan sendirinya dan tidak
dipindahkan, dan juga karena tampak pada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan
sahabatnya tidak menghiraukan kalau minyak wangi tersebut menetes karena mereka
memakainya pada keadaan yang dibolehkan.
3. Kemudian jika seorang yang berihram (muhrim)
akan berwudhu dan dia telah mamakai minyak rambut yang wangi, maka tentu akan
mengusap kepalanya dengan kedua telapak tangannya, jika dia lakukan maka akan
menempelah minyak tersebut ke kedua telapak tangannya walaupun hanya sedikit,
maka apakah perlu memakai kaos tangan ketika akan mengusap kepala tersebut?
Maka masalah ini dijawab oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin dengan
mengatakan: “Tidak perlu, bahkan hal itu merupakan berlebih-lebihan dalam agama
dan tidak ada dalilnya demikian juga tidak mengusap kepalanya dengan kayu atau
kulit, cukup dia mengusapnya dengan telapak tangannya karena ini termaasuk yang
dimaafkan. Mengenakan dua helai kain putih yang dijadikan sebagai sarung (izar)
dan selendang (rida’), sebagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :
ليحرم أحدكم فى إزار و رداء و نعلين “Hendaklah salah seorang dari kalian
berihram dengan menggunakan sarung dan selendang serta sepasang sandal.”(H. R
Ahmad 2/34 dan dishahihkan sanadnya oleh Syaikh Ahmad Syakir) dan diutamakan
yang berwarna putih berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
حير ثيابكم البياض فالبسوها وكفنوا فبها موتكم “Sebaik-baik pakaian kalian adalah
yang putih, maka kenakanlah dia dan kafanilah mayat kalian padanya” (H.R Ahmad
lihat syarahahmadsyakir 4/2219 dan berkata isnadnyaa shahih) Berkata Ibnu
Taimiyah dalam kitab Manasik (hal. 21): “Dan disunnahkan untuk berihram dengan
dua kain yang bersih, maka kalau keduanya berwarna putih maka itu lebih utama
dan di bolehkan ihram dengan segala jenis kain yang dibolehkan dari katun shuf
(bulu domba) dan lain sebagainya. Dan dibolehkan berihram dengan kain putih dan
yang tidak putih dari warna-warna yang diperbolehkan, walaupun berwarna-warni”.
Sedangkan bagi wanita tetap memakai
pakaian wanita yang menutup semua auratnya, kecuali wajah dan telapak tangan.
4. Disunahkan berihram setelah shalat.
sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma dalam shahih Bukhary
bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallambersabda: أتاني الليلة آت من ربي
فقال : صل فى هذا الوادى المبارك وقل عمرةً فى حجة “Telah datang tadi malam
utusan dari Rabbku lalu berkata: “Shalatlah di Wadi yang diberkahi ini dan فيrkatakan: Umrotan fi hajjatin.” Dan
hadits Jabir: فصلى رسول الله المسجد ثم ركب القصواء حتى اذا استوت به ناقته
على البيداء أهل بالحج “Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam Shalat di
masjid (Dzulhulaifah) kemudian menunggangi Al Qaswa’ (nama onta beliau) sampai
ketika ontanya berdiri di al-Baida’ berihram untuk haji”. (HR.Muslim). Maka
yang sesuai dengan sunnah, lebih utama dan sempurna adalah berihram setelah
shalat fardhu. Akan tetapi apabila tidak mendapatkan waktu shalat fardhu maka
terdapat dua pendapat dari para ulama:
a.
Tetap disunnahkan shalat dua rakaat dan ini pendapat jumhur berdalil dengan
keumuman hadits Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma: صل في هذا الوادي “Shalatlah di
Wadi ini”
b. Tidak disyariatkan shalat dua rakaat
dan ini pendapat syaikhul islam Ibnu Taimyah. Sebagaimana beliau katakan dalam
Majmu’ Fatawa 26/108: “Disunnahkan berihram setelah shalat baik fardhu maupun
sunnah. Kalau ia berada pada waktu tathawu’ menurut salah satu dari dua
pendapatnya dan yang lain kalau dia shalat fardhu maka berihram setelahnya dan
jika tidak maka tidak ada bagi ihram shalat yang khusus dan ini yang rajih.”
Dan berkata didalam Al Ikhtiyarat (hal. 116): “Dan berihram setelah shalat
fardhu kalau ada atau sunnah (nafilah) karena ihram tidak memiliki shalat yang
khusus untuknya”. Demikianlah tidak ada shalat dua rakaat khusus untuk ihram.
5. Berniat untuk melaksanakan salah satu
manasik dan disunnahkan untuk diucapkan dan dibolehkan untuk memilih salah satu
dari tiga nusuk yaitu ifrad, qiran dan tamatu’ sebagaimana عام حجة الوداع فمنا من اهلryang dikatakan Aisyah: خرجنا مع رسول الله بعمرة و منا من اهل بحج و عمرة و منا من اهل بحج
و أهل رسول الله فا ما من أهل بعمرة فحل عنه قدوصه و اما من اهل بحج أو جمع بين
الحج والعمرة فلم يحلوا حتى كان يوم النحر (متفق عليه) “Kami telah keluar bersama
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pada tahun haji wada’ maka ada diantara
kami yang berihram dengan umrah dan ada yang berihram dengan haji dan umrah dan
ada yang berihram dengan haji saja, sedangkan Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam berihram dengan haji saja, adapun (*) dan*yang berihram dengan umrah maka dia halal setelah
datangnya yang berihram dengan haji atau yang menyempurnakan haji dan umrah
tidak “**halal (lepas dari ihramnya) sampai dia berada dihari
nahar(**) (Mutafaq alaih) Maka seorang
yang ber-manasik ifrad mengatakan: لبيك حجا atau لبيك اللهم حجا dan seorang
yang bermanasik tamatu’ mengatakan: لبيك عمرة atau لبيك اللهم عمرة dan ketika
hari tarwiyah (8 Dzulhijah) menyatakan: لبيك حجا atau لبيك اللهم حجا dan sunnah
yang ber-manasik Qiran menyatakan:
لبيك عمرة و
حجا 6. Ber-talbiyah, yaitu membaca: لبيك اللهم لبيك لبيك لا شريك لك لبيك إن
الحمد ونعمة لك والملك لا شريك لك Labbaika Allahumma labbaik labbaika laa
syariika laka labbaik Innal hamda wani’mata laka wal mulk laa syariikaa laka,
dan yang sejenisnya. Waktu Talbiyyah Waktu talbiyah adalah dimulai setelah
berihram ketika akan melakukan perjalanan, sebagaimana yang dilakukan oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hajinya, berkata Jabir
Radhiallahu’anhu : حتى إذا استوت به ناقته على البيداء أهل بالحج فأهل بالتوحيد
لبيك اللهم لبيك …… “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mulai membaca
talbiyah ketika telah tegak ontanya di al-Baida beliau ihlal (ihram) dengan
haji lalu bertalbiyah dengan tauhid, labbaika allahumma labaik ……” (H.R Muslim).
Bacaan Talbiyah Adapun bacaan talbiyah yang ma’tsur dalam hadits-hadits
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah: a.لبيك اللهم لبيك لبيك لا شريك
لك لبيك إن الجمد ونعمة لك والملك لا شريك لك 6 b. لبيك لبيك و سعديك و الخير بيدك
و الرغباء إليك و العمل (متفق عليه من تلبية ابن عمر) c. لبيك اللهم لبيك لبيك لا
شريك لك لبيك إن الجمد ونعمة لك (عن عائشة رواه البخارى) d. Talbiyah yang poin
“a” namun ditambah kalimat: لبيك ذا المعارج لبيك ذا الفواضل (حديث جابر رواه
مسلم) 6.3. Sebab dan maknanya Sebab disyariatkannya talbiyah adalah dalam
rangka menjawab panggilan Allah Ta’ala. Sebagaimana dalam al-Qur’an surah
al-Hajj ayat 27. وأذن في الناس بالحج يأتتوك رجالا وعلى كل ضامر يأتين من كل فج
عميق “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji,niscaya mereka akan
datang kepadamudengan berjalan kaki,dan mengendarai unta yang kurus yang datang
dari segenap penjuru yang jauh.’ (QS. al-Hajj 22:27) Berkata Ibnu Abbas
Radhiallahu’anhu dalam menafsirkan firman Allah Ta’ala ini : “Ketika Allah
Ta’ala memerintahkan Ibrahim ‘Alaihissalam untuk mengkhabarkan manusia agar
berhajji, dia berkata: يا أيها الناس إن ربكم اتحذ بيتًا و أمركم أن تحجوه
فاستجاب له ما سمعه من حجر أو شجر أو أكمة أو تراب أو شيئ فقالوا لبيك اللهم لبيك
(رواه ابن جرير 17\106) “Wahai manusia sesungguhnya Rabb kalian telah membangun
satu rumah (ka’bah) dan memerintahkan kalian untuk berhaji kepadanya. Lalu
beliau menerima panggilan ini apa saja yang mendengarnya dari batu-batuan,
pepohonan, bukit-bukit debu atau apasaja yang ada, lalu mereka berkata لبيك
اللهم لبيك …… (H.R Ibnu Jarir 17/106) Berkata Ibnu Hajar ; ” Berkata Ibnu Abdil
Barr: ‘Telah berkata sejumlah dari sebagian dari Ulama’: “Makna Talbiyah adalah
jawaban panggilan Ibrahim ‘Alaihissalam ketika memberitahukan manusia untuk
berhaji””,
7 Adapun
ma’na dari kata-kata dalam talbiyah tersebut adalah : (اللهم) :Wahai Allah
(لبيك) :Adalah penegas yang memiliki ma’na baru (lebih), maka saya
mengulang-ulang dan menegaskan bahwa saya menjawab atau menerima panggilan Rabb
saya dan tetap dalam keta’atan kepada-Nya (لا شريك لك) :Berma’na tidak ada
satupun yang menyekutukan Engkau (Allah) dalam segala sesuatu (لبيك) :Sebagagi
penegas bahwa saya menerima panggilan haji tersebut karena Allah, bukan karena
pujian, ingin terkenal, ingin harta, dan lain-lain, akan tetapi saya berhaji
dan menerima panggilan tersebut karena Engkau saja (إن الحمد و النعمة لك
والملك) :Sesungguhnya saya berikrar dan mengimani bahwa semua pujian dan nikmat
itu hanyalah milik-Mu demikikan juga kekuasaan (لا شريك لك) :Yang semua itu
tidak ada sekutu bagimu Kalau kita melihat kepada ma’na kata-kata yang ada
dalam talbiyah tersebut didapatkan adanya penetapan tauhid dan jenis-jenisnya
sebagaimana yang dikatakan oleh Jabir (أهل بالتوحيد) (Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bertalbiyah dengan tauhid”) Dan hal ini tampak
kalau kita mentelaah dan memahami makna kata-kata tersebut, lihatlah dalam
kata-kata (لبيك اللهم لبيك لبيك لا شريك لك لبيك) terdapat peniadaan kesyirikan
dalam peribadatan, kemudian (لا شريك لك لبيك) terdapat tauhid rububiyyah karena
kita telah menetapkan kekuasaan yang mutlak hanya kepada Allah Ta’ala semata,
dan hal itupun mengharuskan seorang hamba untuk mengakui terhadap tauhid
uluhiyyah, karena iman kepada tauhid rububiyyah mengharuskan iman kepada tauhid
uluhiyyah, dan dalam kata (إن الحمد و النعمة لك) terdapat penetapan sifat-sifat
terpuji pada zat dan perbuatan Allah Ta’ala adalah hak dan hal ini adalah
merupakan tauhid asma’ dan sifat Allah Ta’ala. Kalau demikian keharusan orang
yang bertalbiyah maka dia akan selalu merasakan keagungan Allah dan akan selalu
menyerahkan amal ibadahnya hanya untuk Allah semata bukan hanya sekedar
mengucapkan tanpa dapat merasakan hakikat dari talbiyah tersebut. 6.4. Cara membacanya
Talbiyah ini dibaca dengan mengangkat suara bagi kaum laki-laki sebagaimana
perintah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: أتنى جبريل فأمرنى أن آمر
أصحابى أن يرفعوا أصواتهم بالتلبية “Telah datang kepadaku jibril dan dia
memerintaahkan aku untk memerintahkan sahabat-sahabatku agar mengangkat
suara-suara mereka dalam bertalbiyah. “ Dan tidak disyari’atkan bertalbiyah
dengan berjamaah akan tetapi apabila terjadi kebersamaan dalam talbiyah tanpa
disengaja dan tidak dipimpin maka hal itu tidak mengapa karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya bertalbiyah dalam satu waktu
padahal jumlah mereka sangat banyak maka hal tersebut sangat memungkinan untuk
terjadinya talbiyah dengan suara yang berbarengan, akan tetapi mengangkat suara
dalam talbiyah ini jangan sampai mengganggu dan menyakiti dirinya sendiri
sehingga dia tidak dapat terus bertakbir. Sedangkan untuk wanita tidak
disunahkan mengangkat suara mereka bahkan mereka diharuskan untuk merendahkan
suara mereka dalam bertalbiyah. Waktu Berhenti Talbiyah. Terdapat perbedaan
pendapat para ulama dalam penentuan waktu berhenti talbiyah bagi orang yang
berumroh atau berhaji dengan tamatu’ menjadi beberapa pendapat :
1. Ketika masuk haram,dan ini pendapat
Ibnu Umar,Urwah dan Al Hasan serta mazdhab maliki,mereka berdalil dengan hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhori dan An Nasaai yang lafadznya; كان ابن عمر إذا
دخل ادني الحرم أمسك عن التلبية ثم يبيت بذي طى ويصلى به الصبح كان يفعل ذلك “Ibnu Umar ketika masuk pinggiranrويغتسل ويحدث ان النبي haram menghentikan talbiyah kemudian menginap
dzi thuwa dan beliau sholat shubuh disana serta mandi dan beliau berkata bahwa
Nabipun berbuat demikian”
2. Ketika
melihat rumah-rumah penduduk Makkah dan ini pendapat Said bin Al Musayyib
3. Ketika sampai ke Ka’bah dan memulai
thawaf dengan menyentuh (Istilam) hajar aswad dan ini pendapat Ibnu Abbas,
Atha’, Amr bin Maimun, Thawus, An-Nakha’i, Ats-Tsaury, Asy-Syafi’i, Ahmad dan
Ishaq serta mazdhab Hanafi. Berdalil dengan hadits Ibnu Abbas secara marfu’: كان
يمسك عن التلبية في العمرة إذا اتلم الحجر “Dia menghentikan talbiyah dalam umoh
kalau telah menyentuh (istilam) hajar aswad” (HR Abu Daud,At Tirmidzy daan Al
Baihaqy dan dilemahkan oleh Al Albany dalam Irwa’ 4/297) dan juga hadits Amr
bin rSyu’aib dari bapaknya dari kakeknya dengan lafazh: اعتمر رسول الله ثلاثًا عمر
كلها في ذي القعدة فلم يزل يلبي حتى استلم الحجر “Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam melakukan umrah tiga kali umrah seluruhnya di bulan dzul qa’dah dan
terus bertalbiyah sampai menyentuh (istilam) hajar aswad” (H.R Ahmad dan
Baihaqi denan sanad yang lemah karena ada Hajaaj bin Abdullah bin Arthah dan
dilemahkan oleh AL-Albanny dala Irwa’ 4/297) Dan mereka berkata : “Karena
talbiyah adalah memenuhi panggilan untuk ibadah maka dihentikan ketika memulai
ibadah yaitu thawaf”. Dan ini pendapat yang dirajihkan oleh Syaikul Islam dan
Ibnu Qudamah akan tetapi yang rajih
adalah pendapat pertama karena penjelasan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah juga
melakukan hal itu,dan itu menunjukkan bahwa Ibnu Umar berlaku demikian karena
melihat Rasulullah telah melakukannya, dan ini yang dirajihkan oleh Ibnu
Khuzaimah . Demikian juga pada haji
terdapat beberapa pendapat ulama;
1. Menghentikannya ketika berada di
Arafah setelah tergelincirnya matahari dan ini pendapat Aisyah, Sa’ad bin Abi
Waqash, Ali, Al-Auza’i, Al-hasan Al-bashry dan madzhab malikiyah. Berdalil
dengan hadits: الحج عرفة “Haji itu adalah wuquf di Arafah” Maka kalau telah
sampai Arafah maka akan habis pemenuhan panggilan karena telah sampai kepada
inti dan rukun pokok ibadah tersebut. akan tetapi dalil ini lemah karena
bertentangan dengan riwayat bahwa Raululloh masih bertalbiyah setelah tanggal 9
Dzuljhijjah tersebut.
2. Menghentikannya ketika melempar jumroh aqobah
dan ini pendapat jumhur ,akan tetapi mereka berselisih menjadi dua pendapat; a.
Menghentikan di awal batu yang di lempar dalam jumroh aqobah dan ini pendapat
kebanyakan dari mereka, dengan dalil hadits Al fadl bin Al من جمع إلى منى فلم يزل يلبي حتى رمى جمرة العقبةrAbbas كنت رديف النبي (رواه الحماعة) ”Aku membonceng nabi dari
Arafah ke Mina dan teru meneru bertalbiyah sampi melempar jumroh Aqobah “(HR
jama’ah) dan hadits Ibnu فما ترك التلبية حتى رمى جمرةrMas’ud
dengan lafadz: خرجت مع رسول الله العقبة إلا أن يخلطها بتكبير أو
تهليل. “Aku berangkat bersama Rasulullah dan beliau tidak mmeninggalkan
talbiyah sampai beliau melempar jumrah Aqobah agar tidak tercampur dengan
tahlil atau takbir” (HR Thohawi dan Ahmad dan sanadnya dihasankan oleh Al
Albani dalam Irwa’, /2966). Pendapat ini dirajihkan oleh Syakhul Islam Inu
Taimiyah dan beliau menyatakan: Dan secara ma’na, maka seorang yang telah
sampar Arafah- walaupun telah ampai pada tempat wuquf ini- maka dia masih
terpanggil setelahnya kepada tempat wukuf yang lainnya yaitu Muzdalifah dan kalau
dia telah wukuf di Muzdalifah maka dia terpanggil untuk melempar jumrah, dan
kalau telah mmemulai dalam melempar jumrah maka telah selesai panggilannya
(Majmu’ Fatawa 26/173) b. Menghentikannya diakhir lemparan dalam jumroh Aqobah
dan ini pendapat Ahmad dan sebagian pengikut Syafi’i serta dirojihkan oleh Ibnu
Khuzaimah dengan dalil lafadz hadits Fadhl: من عرفة فلم يزل يلبي حتى رمى جمرة العقبة يكبر مع كل حصاةrأفضت مع النبي ثم قطع التلبية مع آخر حصاة (رواه ابو خزيمة)
“Aku telah keluar bersama Nabi dari Arafah lalu beliau terus bertalbiyah ampai
melempar jumroh Aqobah, Beliau bertakbir setiap lemparan batu, kemudian
menghentikan talbiyah bersama akhir batu yang dilempar” (HR Ibnu Khuzaimah
dalam Shahih-nya dan beliau berkata :” ini hadit hahih yang menafsirkan apa
yang belum jelas dalam riwayat- riwayat yang lain).
No comments:
Post a Comment