Apakah itu cerpen? Apakah ia hanya
sehablur abjad yang mengonggok rata di halaman-halaman kertas, yang
sedemikian rupa disusun dengan rangkai kata, dimakna dengan rangkai
kalimat, imajinasi, plot, dan ending, lalau diberi judul semanis
mungkin? Apakah itu cerpen? Apakah ia hanya kentut eskapis orang-orang
bernama yang banyak berkhayal?
Cerita pendek disingkat cerpen.
Disebut cerita pendek karena tulisan atau narasi ini jenisnya memang
pendek. Cerpen disukai karena ia bisa ditulis dan dibaca sekali duduk.
Setiap orang berbakat menulis cerpen. Setiap orang berpotensi
menghasilkan satu cerpen setiap harinya.
Pengalaman dari keseharian
manusia bergaul dan bersosialisasi menyediakan lumbung tema apa saja
yang dapat dicerpenkan, meskipun tema itu sederhana dan remeh-temeh.
Namun karena banyaknya orang abai dan enggan menulis, bakat dan potensi
itu terlantar sia-sia seberlalunya waktu. Apa yang dialami, dilihat, dan
dirasakan setiap orang bisa saja dituang dan dibentuk sebagai cerpen.
Masalahnya banyak orang tak punya keberanian mencoba, bahkan lebih
banyak lagi orang tak tertarik sama sekali. Boleh dibilang sedikit
sekali orang berminat menulis cerpen, dan lebih sedikit lagi mereka yang
bercita-cita menjadi cerpenis.
Menulis cerpen berangkat dari
ide atau tema yang kita pungut dari pencerapan pikiran kita sehari-hari.
Kadang orang memungutnya dari jelajah imajinasi, kadang ada yang
memungutnya dari keping-keping realitas sehari-hari. Ide dan tema tak
harus melulu dipungut dari imajinasi yang rumit atau keping realitas
yang fantastis. Dalam menentukan tema, penulis berhak lepas dan bebas
berada di luar kotak, bebas dari penjara-penjara kategori, atau kooptasi
pikiran yang membelenggu kreatifitas. Tema adalah ruh cerpen yang
bebas, merdeka, tidak terikat oleh postulat-postulat atau dalil-dalil
apapun dari siapapun. Jangan mudah terprovokasi oleh aturan-aturan
senioritas, yang sok hebat, sok tahu, dan sok paling pintar. Kebanyakan
senioritas yang macam-macam itu hanya beradigang-adigung-adiguna.
Selanjutnya tema dikembangkan
menjadi bangunan cerita. Di tahap ini jelajah imajinasi seorang penulis
sangat penting. Di setiap permulaan membangun cerita, jangan pernah
ragu-ragu menuangkan kata-kata pertama yang hendak ditulis. Gunakanlah
rangkai kalimat pertama yang melancarkan. Bagi pemula, ada baiknya
menulis cerita dengan gaya kata ganti orang pertama "aku" agar
lingkup cerita tidak mondar-mandir kemana-mana. Boleh jadi, saat memulai
tulisan kita terbebani oleh ambisi hendak menuangkan kata-kata menarik,
indah, menonjolkan rima, dengan tujuan merebut perhatian. Naluri literasi semacam
itu alami terjadi. Namun bagi pemula disarankan tidak memaksa diri
dengan melakukan eksperimen teks semacam itu, karena bangunan cerita tak
akan kunjung terbentuk jika waktu selalu habis untuk bertapa memikirkan
kata-kata yang didamba. Lakukanlah eksprimen teks jika bangunan
ceritanya sudah terbentuk. Jika bangunan cerita sudah jadi, penulis
bebas melakukan re-evaluasi, atau dalam istilah pertukangan disebut
"finishing" entah itu untuk menghaluskankembali apa yang masih kasar
atau menambal apa yang terasa masih berlubang-lubang, tentu saja, dengan
tidak merusak bangunan utamanya.
Dalam melakukan finishing
tak ada salahnya jika penulis agak bergila dengan kata-kata. Di dunia
cerpen siapapun tidak diharamkan menaklukkan keterbatasan. Tak ada
apapun atau siapapun yang berhak menyempitkan kreatifitas kata-kata,
karena itu adalah bagian dari jelajah imajinasi dan kreatifitas itu
sendiri. Kegilaan bermain kata sangat membantu mencairkan jalan cerita
dan berfungsi seperti "paku" yang berguna menguatkan tema cerita,
terlepas temanya imajiner atau fakta, mitos atau realita. Bagaimana
seorang cerpenis cuek bergila dengan kata-kata, bacalah
cuplikan-cuplikan Cerpen Botol Kubur karya Arman AZ (KOMPAS, 2011) yang saya kutip di sini:
... ... ...
Pengalaman
pertama memang guru terbaik. Kini, buatku, mencabut botol di kuburan
telah menjadi hal biasa saja layaknya makan, berak, ketawa, atau kentut.
... ... ...
Kubuka resleting celana. Serupa anjing kencing, kunaikkan kaki kiri ke
nisan kayu. Kuarahkan rudal ke sasaran. Sekedip kemudian, air kekuningan
berdesis membentur gundukan tanah. "Ini minuman tambahan untukmu,
Anjing Tua..." kataku......
Seorang penulis cerpen memang
tak perlu ragu menceploskan kata-kata ke bangunan cerpennya jika ayunan
imajinasi kita memang meski mengada seperti itu, sebagaimana Arman yang
enteng-enteng saja mencemplungkan kata-kata berak, kentut, atau rudal ke
dalam cerpennya. Toh keberaniannya menceploskan kata-kata itu tetap tak
melandaikan kekuatan cerpennya.
Kadang-kadang di akhir bangunan cerita, cerpen ditutup dengan unsur kejutan untuk menambah pukau cerita. Namun tak setiap ending harus ditutup dengan kejutan-kejutan. (RD)
No comments:
Post a Comment