Thursday, February 16, 2012

BAGAIMANA MENGENALI MANUSIA PENJAHAT

KETIKA memeriksa tengkorak Vilella, perampok terkenal Italia, Cesare Lombroso mendadak merasakan seperti sedang menerima wahyu yang rontok dari langit. Dalam gaya bahasa yang berbunga-bunga, kriminolog itu menulis: ”Tiba-tiba, secara terang-benderang bagaikan melihat dataran luas yang bermandikan cahaya, saya seolah-olah melihat dengan begitu jernih ciri-ciri manusia penjahat.”

Konon Vilella begitu kuat sehingga sanggup mendaki gunung sambil memanggul seekor domba besar. Dan, saat menghadapi mayat perampok itu, Lombroso segera menemukan kesimpulan definitif yang menggebu-gebu tentang para penjahat. Menurut dia, mereka adalah makhluk warisan leluhur, sisa-sisa zaman kuno yang masih lestari, peninggalan purba yang tidak punah oleh serbuan meteor atau banjir besar yang menenggelamkan puncak gunung. Para pelanggar hukum itu adalah fosil hidup yang dalam dirinya menumbuhkan kembali naluri ganas manusia purba dan binatang tingkat rendah. Mereka dikuasai naluri-naluri bawaan -semacam bakat yang diturunkan dari langit- yang membuatnya tidak mampu mematuhi hukum modern.

Pendapat itu dia tulis dalam bukunya yang terbit pada 1876 berjudul L’uomo delinquente (Manusia Penjahat). Di situ, dengan ilham dari jasad Vilella, dia menetapkan ciri-ciri manusia penjahat sebagai berikut: memiliki rahang yang luar biasa besar, tulang pipi yang tinggi, ada tonjolan melengkung pada alis, mempunyai garis-garis yang tegas pada telapak tangan, rongga mata yang sangat besar, telinga berbentuk gagang wajan (yang lazim terdapat pada para penjahat, orang primitif, dan kera), tidak memiliki kepekaan terhadap rasa nyeri, penglihatannya sangat tajam, memiliki kegemaran menato tubuh, kemalasannya sungguh berlebihan, memiliki kesukaan terhadap pesta gila-gilaan, dan keinginannya untuk menumpahkan darah sungguh tak tertahankan.

Untuk memperkuat teorinya yang fantastis itu, dia melengkapi dirinya dengan peralatan-peralatan yang fantastis pula. Yakni meteran dan jangka. Dengan kedua perangkat tersebut dia mengukur seteliti mungkin rongga mata dan lingkar batok kepala serta panjang tangan para narapidana dan prajurit-prajurit tentara.
Apa yang disampaikan Lombroso memang terdengar menggelikan, tapi saya sedikit yakin bahwa diam-diam pendapat tersebut masih diikuti orang sampai sekarang. Anda pasti akan merinding dan memanjatkan doa terus-menerus jika pada suatu malam berpapasan di sebuah gang sepi dengan orang yang memiliki ciri-ciri yang disebutkan kriminolog Italia itu. Atau, sebaliknya, jika memiliki ciri-ciri anatomi semacam itu, Anda harus rela dijauhi orang-orang yang menanam prasangka bahwa Anda pasti orang jahat atau orang yang sanggup melakukan tindakan-tindakan bejat.

Dengan teori semacam itu, Lombroso tentu tidak mudah diyakinkan bahwa seorang pendeta yang lembut, yang memiliki gurat-gurat halus di telapak tangan, dan bentuk telinga serta sorot mata yang lazim Anda jumpai pada orang-orang saleh, bisa tiba-tiba mengubah haluan karirnya menjadi penjahat yang lihai. Pendeta lembut yang berubah haluan itu adalah Herbert Emerson Wilson.

Suatu hari di tahun kedua puluh, dia mengabdi kepada jemaat dan memberikan petuah-petuah yang akan membawa orang-orang melayang ke surga. Dia merasa capek dan tidak bahagia dalam profesinya. Anda tahu, profesi itu memang menjanjikan jalan ke surga, tetapi gaji yang diterimanya sangat rendah dan itu membuatnya merasa seperti hidup di neraka.

Karena itulah, pada usia setengah baya, setelah memberikan petuah kebajikan ribuan kali, dia melepaskan kependetaannya dan membuat langkah yang sangat berani: menjadi penjahat. Dia memutuskan menjadi pembongkar lemari besi dengan pertimbangan bahwa di lapangan kerjanya yang baru itu, rezeki berlimpah ruah akan datang kepadanya. Kalau toh rezeki tidak datang sendiri kepadanya, dialah yang mendatangi rezeki berlimpah yang tersimpan di lemari-lemari besi dan ruangan-ruangan yang tertutup rapat. Dan dia sukses dengan karir barunya itu. Sampai karir kriminalnya berakhir, Wilson berhasil membobol 65 lemari besi dan ruangan besi. Dan, dari sana dia mengumpulkan 15 juta dolar selama karirnya.

Kegagalan lain dari teori anatomi Lombroso adalah bahwa ia paling banter hanya sanggup mengenali manusia penjahat kelas kampungan. Itu pun kalau kita sepakat dengan ciri-ciri yang dia sebutkan. Manusia penjahat yang sanggup melakukan kejahatan yang paling merusak dalam tata politik dan ekonomi kita hari ini niscaya tidak akan bisa dikenali melalui teori anatomi seperti itu. Mereka, Anda tahu, sering tampak bersih dan manis-manis seperti kelinci. Kejahatan yang mereka lakukan disebut ”kejahatan orang berdasi”. Istilah tersebut baru diciptakan sosiolog Edwin H. Sutherland pada 1940, tetapi perilaku antisosial itu sendiri sudah dilakukan orang jauh sebelumnya. Dan, para pelakunya adalah ”orang-orang terbaik”. Mereka adalah orang-orang terhormat, jarang ada yang miskin, dan dalam banyak kasus mereka tergolong orang-orang yang paling berkuasa dan bergengsi di mata masyarakat.

Di zaman Yunani Kuno, sebuah keluarga yang tersohor dalam usaha bangunan, yaitu Alkmaeonid, memenangkan kontrak untuk membangun sebuah kuil marmer. Mereka membangun kuil tersebut dengan batu lebih murah yang kemudian dipoles dengan marmer. Di Inggris abad ke-17, seorang filosof dan warga negara terhormat, Sir Francis Bacon, dengan sikapnya yang tampak alim mendesak para hakim koleganya untuk mempertahankan pengadilan agar ”tetap bersih dari skandal dan korupsi”. Tetapi dia sendiri kemudian dijebloskan ke dalam penjara karena menerima suap dengan memeras -kadang dari kedua pihak yang bersengketa- padahal dia adalah jaksa agung di negerinya.

Kerugian ekonomi akibat tindakan jahat ”orang-orang terbaik” itu, Anda tahu, sungguh mencengangkan. Anda telah melihat sendiri kerusakan yang timbul akibat korupsi dan kongkalikong antara pejabat negara dan pengusaha. Anda bisa membayangkan, misalnya, akibat penipuan atas rancangan jalan tol; ia bisa lebih berbahaya ketimbang ancaman seorang perampok bersenjata api. Akibat yang lebih parah lagi: kejahatan orang berdasi akan merongrong organisasi masyarakat yang merupakan sarana agar orang dapat hidup bersama dengan damai. Ada pejabat yang minta disuap, partai-partai politik yang menggerogoti dana dari berbagai perusahaan, tim sukses kandidat presiden yang melakukan penggalangan dana dengan berbagai cara, dan anggota legislatif yang menjual pengaruh mereka.

Perilaku semacam itu pada akhirnya hanya menggerogoti keyakinan moral masyarakat: penjahat-penjahat biasa, yakni orang-orang yang melakukan kejahatan dengan kekerasan serta pelanggaran-pelanggaran yang kasat mata lainnya, dengan demikian, mendapatkan dalih yang bagus untuk kejahatan mereka sendiri. Karena mengetahui bahwa para pengusaha, hakim, dan pembuat undang-undang melakukan tindakan melanggar hukum, maka penjahat biasa pun, atau orang-orang miskin yang tergencet, dengan mudah bisa menyatakan, ”Kalau mereka melakukannya, mengapa saya tidak?” (*)
 
*) A.S. Laksana

No comments:

Post a Comment