Friday, July 6, 2012

S U A R A

Semoga aku tidak sedang bermimpi, ingin melihat ARISTA berhenti dizalimi dan cerah kembali. Diktum " The Power takes All" semakin terasa tidak adil karena dalam "bisnis" YAMAHA di Lampung diktum ini telah berarti sebagai lagak dan ulah penguasa untuk menghancurkan. Suara marginal selalu dianggap tidak ada, suara mereka tak perlu didengar, bila perlu eksistensi yang lemah dimusnahkan.

ARISTA kuat, tapi orang-orangnya gentar. Tatkala ancaman mencabik-cabik harga dirinya, anak-anak ARISTA sendiri justru ikut larut dalam ketidakpastian, membiarkan hari-hari mereka menjadi muram, dan begitu banyak wajah menjadi berkabung. Harapan-harapan yang pintar seakan tumpul. Wajah-wajah merona kelam. Kelam seakan jera,  kelam seakan getir, kelam seakan menyerah, pasrah. Aku tak pernah membayangkan ARISTA di Lampung selembek ini sekarang. Ada yang terasa kosong dan terasa panas membara di hati setiap kali aku memandangnya, memandang kelam itu, karena bagaimanapun juga pernah empat tahun lamanya ARISTA menjadi rumahku. Menginjak-injak rumah itu, aku rasanya ikut diinjak-injak. Ikut luka, ikut retak. Apalagi pada saat yang sama, di sela menjalankan aktifitas baruku sebagai CMO, setiap hari aku menonton bagaimana sang "penguasa" menari-nari dengan cambuk tirannya, begitu pula para sekutunya.

Risau. Cemas. Marah. Inilah tahun yang culas dan nista, bagiku, setiap kali memandang mereka. Bahkan nuraniku memberontak, karena profesionalitasku sebagai CMO simpang-siur harus ikut menjadi pelayan mereka. Betapa tak mudah. Aku merasa bekerja dalam keadaan terkutuk. Gairahku mati karena selalu disusupi debar keras dan rasa bersalah. Setiap hari aku merasa bersengketa dengan diri sendiri, merasa durhaka jika hanya diam, dan setiap gerak terasa mundur. Aku ingin berteriak ke publik, "Hei, lihatlah oleh kalian betapa tidak bijaknya praktik kartelisasi! Lihatlah, mereka semakin brutal karena setiap doktrin dijejalkan menjadi totaliter! Mereka menggerakkan hukum sendiri hanya berdasarkan asumsi dan selembar lisensi!"

Bagiku jelas, ini memang totaliter dan jelas merupakan model asimilasi yang secara radikal begitu serakah ingin meniadakan yang lain. Bagaimana mungkin "ia" bisa meniadakan yang lain di negara Pancasila yang berkedaulatan rakyat ini? Bagiku ini semakin jelas, mereka yang naif menghancurkan sesama YAMAHA menunjukkan tidak adanya toleransi di kalangan mereka, menunjukkan praktik-praktik monopoli yang membuat bulu kuduk kita berdiri, dan lebih tragis lagi menunjukkan nilai-nilai pancasilaisme mereka kering karena mengabaikan nasib ratusan tenaga kerja yang masa depannya terancam.

Penghujung Juni, kemarin, aku telah meninggalkan pekerjaanku sebagai CMO. Bagiku ini sebuah langkah penting agar suara-suaraku tidak tertahan, agar aku lepas dan bebas melawan tiran kecil itu. Sekedar Anda tahu ya, aku tak pernah melihat YAMAHA sekedar entitas tempat mencari nafkah, tapi lebih dari itu bahwa YAMAHA telah menjadi identitas juga bagiku, maka dengannya selalu penting bagiku melihat setiap sesama di dalamnya yang sedang bertikai dapat kembali duduk satu meja, tanpa syarat, untuk merumuskan kembali ikhtiar bersama agar panji-panji kita semakin berkibar. Bertikai itu purba, dan hanya akan membuat YAMAHA kembali ke zaman batu.

Aku telah meninggalkan pekerjaanku sebagai CMO hanya agar aku bebas memberi suara kepada saudara-saudaraku yang sedang tertekan dan dipermainkan. Ada yang meringkas cemooh, aku tak bersyukur. Bagiku, bersyukur tak diakui jika ia berdiri di atas hampa dan kemunafikan. Jangan biarkan hatimu jadi ular! Takut miskin, takut lapar? Berarti kau hanya menghargai dirimu tak lebih seonggok daging, nafsu, dan tenaga, maka dengannya kau selalu abai akan "nur" dari dirimu yang berfungsi memberi terang kepada sesama yang lain terutama dengan mereka yang tak kuat dan dianiaya, yang dihinakan, yang ketakutan, yang membutuhkan.

Aku sangat tahu pasti, banyak pihak kian tak sabar untuk bersorai, berharap ARISTA di Lampung benar-benar ambruk dan mati, termasuk diantaranya yang tak sabar ingin bersorai itu adalah para pengkhianat kecil yang merasa bangga karena telah menempuh jalannya sendiri. Aku tak tahu persis kenapa mereka naif ingin bersorai. Mungkin dari masa lalu ada semacam "luka" atau perpanjangan dendam sunyi yang masih menyelinap di lorong-lorong masa kini mereka. Tetapi lebih banyak anak-anak ARISTA yang tak ikut memahami apa-apa tiba-tiba ikut terancam dalam pertikaian ini, ikut menjadi korban dalam penantian putus-asa yang sebenarnya sunyi.

Aku belum mau berhenti, membayangkan YAMAHA yang tetap dominan dan elegan di pasar, yang diisi dan didominasi oleh pribadi-pribadi spesifik yang memahami cara pandang, cara bertindak, dan cara saling memberdayakan antar sesamanya, termasuk juga tahu cara mengembangkan faith atau keyakinan bersama dalam membangun dan mempertahankan reputasi. Di mana reputasi jika satu panji kita bertikai? Yang ada adalah wajah retak. Pasar menjadi abu-abu karena satu sama lain saling mencemooh, saling bunuh, sementara kita tahu pelanggan atau calon pelanggan cenderung membutuhkan gambar yang tegas.

Kapan praktik-praktik tiran bisa lenyap dari muka bumi? Orang tak bisa sepenuhnya akur dengan yang lain hanya karena ia tunduk pada aura otoritas. Setiap yang tunduk, hanya tunduk semata-mata karena takut dibinasakan. Dan hidup kita, semestinya tidak dibangun di atas airmata dan penderitaan orang lain. (RD)

No comments:

Post a Comment