Thursday, February 9, 2012

PERSPEKTIF PRAKTIS MARKETING

Dalam beberapa waktu  terakhir ini, di berbagai forum ramai dibicarakan tentang perbedaan antara Sales & Marketing, pertanyaan ini sebenarnya sangat sederhana namun untuk menjawabnya cukup sulit. Saya teringat kira-kira setahun silam, masalah ini mengemuka dan menjadi diskusi yang ‘cukup’ panas di milist Marketing Forum, dan menghasilkan perdebatan yang sangat panjang dan memancing pendapatan yang beragam.

Ketika pertanyaan ini kembali muncul dan menjadi wacana di milist, khususnya Bisnis & manajemen, maka ijinkan saya ikut urun-rembug mengemukakan apa yang saya pahami tentang kedua kata ini, Sales dan Marketing karena harus saya akui bahwa hal ini benar-benar menarik untuk di diskusikan.

PENGERTIAN HARFIAH
‘Sales & Marketing’, jika diartikan secara harfiah adalah ‘Penjualan dan pemasaran’, lho bukannya kedua kata itu berarti sama dan hanya beda pengucapan dan susunan huruf? Pada tingkat pemahaman yang sangat awam kedua kata ini nyaris diartikan sama, hampir tanpa pembeda sama sekali karena orientasinya adalah omset. Yang lebih menarik lagi, karena ‘keterbatasan pemahaman’ di kalangan awan itu maka banyak orang ‘mengaku’ lebih senang disebut sebagai marketing dari pada sales!.

Maka banyaklah kita temui di jalanan, termasuk yang datang ke rumah-rumah kita, orang-orang berseragam, berdasi menawarkan barang dan bukan hanya di dada kiri mereka terdapat ‘Name Tag’ sebagai Marketing namun juga di ‘surat tugas’ yang mereka bawa. Ini juga menggambarkan betapa rendahnya tingkat pemahaman perusahaan dimana mereka bekerja. Jadi jika saya bertemu dengan orang-orang tersebut dijalan, maka sangat kecil kemungkinan terjadi transaksi dengan mereka.

Bagaimana mungkin mereka menjadi ’duta perusahaan yang baik’ padahal tanggung jawab yang diemban tidak sesuai dengan jabatan, dan bagaimana mungkin ’kualitas produk itu baik’ jika orang-orang yang ’menjajakan’ tadi tidak mewakili karakteristik produk. Bahkan secara attitude, tidak satu pun yang mendukung bahwa mereka adalah ’tenaga marketing’ yang baik dari ’perusahaan’ yang baik.

Fenomena di dunia kerjapun demikian, orang seakan ‘malu’ mengakui dirinya sebagai seorang ‘tenaga sales’ bahkan merambat di sisi kehidupan rumah tangga. Karena ‘image’ tadi maka saya bisa mengeluarkan hipotesa bahwa ‘Hampir tidak ada orang tua yang bermimpi memiliki menantu seorang tenaga sales, bahkan jangankan bermimpi terpikirpun tidak!

Ini adalah sebuah analogi yang telah menjadi semacam virus pemikiran, karena memang begitu banyak orang, yang bahkan bukan hanya di tingkat sangat awam bahkan di ‘semi profesional’ pun tidak bisa membedakan kedua kata ini, Sales dan marketing. Lalu apa yang sesungguhnya membedakan kedua kata ini? apa saja dimensinya?

Mari kita bedah satu per satu.

MARKETING DARI BERBAGAI PERSPEKTIF

Lupakan apa yang didefenisikan Kottler, Potter, Kertajaya, Kasali, James Gwee dan lainnya tentang defenisi pemasaran, dan mari kita coba buka wawasan kita dengan pemikiran yang sederhana. Mengapa sederhana? Karena kita hanya membahas pemahaman dasarnya saja, selebihnya terserah anda!

Pemasaran itu sangatlah luas, seluas kehidupan manusia di muka bumi, bahkan dalam perspektif ketuhanan lebih dari itu seluas dunia dan akhirat. Karena segala aktivitas yang kita lakukan dalam kehidupan pada akhirnya bertransaksi dengan TUHAN, dan kita menukarkan segala KEBAIKAN dengan PAHALA dan menukarkan segala KESALAHAN dengan DOSA. PAHALA dan DOSA itu akan dihitung dengan sangat jujur, adil, tanpa kesalahan dan highest acurration!

Selanjutnya perhitungan tersebut berakhir dengan decision apakah kita LOLOS KE SURGA, atau TERJERUMUS KE NERAKA. Dimana kita ditempatkan nanti diakhirat itu sangat bergantung pada apa yang kita kerjakan di dunia, sehingga cakupan pemasaran itu tidak hanya mencakup segala aktivitas manusia dengan manusia, melainkan jika manusia dengan lingkungan dan lebih dari itu, manusia dengan TUHAN.

Wah, jadi rumit dong bro... tidak juga! Seperti yang saya sampaikan diawal, ini hanyalah pemahaman dasar. Jika seseorang bertemu dengan seseorang, apapun yang dia lakukan, bertukar pikiran, saling membantu, saling memberi manfaat, dan segala aktivitas lainnya, sedemikian rupa sehingga, paling tidak salah satunya (syukur-syukur keduanya) memperoleh ’VALUE’ maka sesungguhnya mereka telah menjalankan fungsi-fungsi marketing.

Tapi bukannya marketing itu berkaitan dengan barang dan jasa? Nah, ini yang saya maksud dengan ’keluasan pemasaran’ tadi. Karena saking luasnya dan biar fokus, maka dibuatlah batasan-batasan berupa aturan, konsep dan lainnya dan dikemas menjadi apa yang disebut sebagai ’Marketing Management (Manajemen Pemasaran)’, yang berorientasi pada barang dan jasa dan segala aktivitas yang pada akhirnya menjadikan barang dan jasa itu memiliki keunggulan bersaing (sustainable competitive advantadge) di pasar, dan segala upaya dilakukan untuk membangun produk itu menjadi merek yang berkelanjutan (sustainable of Brand) dan berakhir pada penjualan yang berkelanjutan (sustainable of sales).

Apakah itu sudah cukup? Belum karena ketiganya tidak akan berarti, bahkan apapun yang dilakukan akan sia-sia jika tidak didukung oleh manusia-manusia yang berkelanjutan (sustainable of person). Jadi perusahaan yang ’mengaku’ sebagai perusahaan yang market oriented seharusnya menjadikan manusia-manusia tadi sebagai aset yang utama, mendidik mereka, memberikan hak-hak mereka, menjamin kesejahteraannya dan keluarganya, sehingga mereka menjadi bagian dari sebuah perusahaan, ’merasa memiliki’ merek tersebut, sehingga segala aktivitas yang mereka lakukan ’berorientasi pada TUHAN’ sehingga apapun yang mereka lakukan dilandaskan pada kejujuran, integritas, moralitas dan bernilai ibadah.


Percayalah, bahwa hampir semua riset membuktikan bahwa penjualan yang berkelanjutan itu terlahir karena konsumen yang puas, kepuasan itu melahirkan loyalitas dan loyalitas itu terbentuk karena dukungan semua resources, terutama manusia-manusianya. Sama halnya dengan hukum TUHAN bahwa ’lelaki yang baik mendapatkan istri yang baik dan dari istri yang baik maka diperoleh anak-anak yang baik’ maka di pemasaran pun demikian, ’Manusia-manusia yang baik akan menghasilkan merek-merek yang baik dan dari merek-merek yang baik akan diperoleh penjualan yang baik dan berkelanjutan’ dan TUHAN menjadi penjamin ekuitas perusahaan yang tidak hanya membangun ekuitas merek (Brand Equity) melainkan juga membangun ekuitas SDM-nya (People Equity).

Lalu dimasa sebentulnya cakupan pemasaran itu? Darimana semuanya berawal? Jadi cakupan hubungan pemasaran itu berawal dari sebuah transaksi, dan segala upaya dilakukan dan berakhir pada transaksi pula, sehingga menjadi transaksi yang berkelanjutan (sustaible of transactions). Jika di breakdown lebih lanjut, maka transaksi itu akan menjadi bermakna jika terjadi repeat transactions karena transaksi/penjualan pertama disebuah wilayah tidak menggambarkan kinerja produk yang sesungguhnya dan pemasar ’memiliki kewajiban moral’ untuk membina hubungan jangka panjang dengan pasar(Long-term relationship), yang harus dibina seiring dengan berjalannnya waktu, sehingga terjadi apa yang disebut Buyer-Seller Partnership.

Apakah cukup sampai disini? Tidak! Karena core competence seorang pemasar tidaklah sesederhana itu karena dia harus mengubah partership tadi ke arah Strategic aliances, serta mempersiapkan segala sesuatunya, baik human resources, maupun resources lainnya, sehingga semua aktivitas tadi bersimbiosis menjadi network organizations, sehingga pada akhirnya bermetamorfosis menjadi apa yang disebuah sebagai vertical Integrations, yang merupakan suatu aktivitas pamungkas untuk menghasilkan kinerja produk yang baik dan mencatatkan transaski/penjualan yang berkelanjutan.

Tanggung jawab seorang pemasar itu sangatlah strategis, dan sangat menentukan masa depan tidak hanya merek, melainkan masa depan perusahaan itu sendiri, untuk itulah saya sangat menekankan pentingnya mengedepankan sustaible of people dibandingkan apapun. Tanggung jawab seorang pemasar, adalah :
1. Mencari fakta-fakta (riset pasar)
2. Membuat peramalan dan penelitian (forecasting)
3. Menjalankan perubahan-perubahan yang terjadi akibat penelitian (pengembangan poduk baru).
4. Meyakinkan bahwa produk-produk itu adalah apa yang dikehendaki oleh pelanggan (manajemen merek).
5. Memutuskan tentang kuantitas (penyusunan anggaran).
6. Memutuskan dengan harga berapa barang dijual dan dengan keuntungan berapa (kebijakkan penentapan harga).
7. Menyalurkan tempat dari pembuatan ke tempat pemakaian (distribusi).
8. Penjualan (manajemen penjualan) dan Mengajak lewat komunikasi(pengiklanan).

Untuk sementara saya pikir ulasan ini cukup, dan tentunya akan diperkaya oleh khasanah pemahaman yang lainnya berdasarkan tingkat keilmuannya yang mereka miliki.

Lalu bagaimana dengan Sales?

Sales (penjualan) itu adalah sekelompok aktivitas orang (salesman) yang menjalankan efek langsung dari pekerjaan marketer. Ketika transaksi itu telah menjadi transaksi yang berkelanjutan (sustainable of transactions) dan menghasilkan permintaan yang terus menerus (continuesly of demand), maka pekerjaan distribusi, termasuk delivery akan didelegasikan pada sekelompok tenaga penjualan (Salesman). Namun bukan berarti salesman itu hanya dibekali pengetahuan ‘bagaimana mendelivery-kan’ produk, mereka juga harus diberi pengetahuan dasar tentang product knowledge dan menjaga kepuasan disepanjang jalur distribusi itu, dengan memperhatikan call, effective call, drop size, dan lain sebagainya.

Nah hal-hal ini yang menjadi pemikiran di perusahaan yang belum begitu maju, menggabungkan pekerjaan marketing dan sales. Namun yang membedakannya adalah, seorang marketer bisa menjalankan fungsi-fungsi salesman sekaligus, namun sebaliknya seorang salesman belum tentu dapat mengemban fungsi sebagai seorang marketing sekaligus.

Demikian uraian perbedaan ‘Marketing dan Sales’ berdasarkan keterbatasan dan kerendahan pengetahuan yang saya miliki, karena sesungguhnya saya yakin bahwa masih begitu banyak orang yang memiliki pemahaman yang lebih baik di milist ini, pun diluar sana. Dunia ini sedemikian luasnya. Hidup ini hanyalah sebagian dari sebagian, tak ada hal yang lebih membahagiakan kecuali mendatangkan ma’rifat bagi orang lain, mengangkat harkatnya dan memuliakan hak-haknya sebagai hamba TUHAN. Dan tak ada kemuliaan yang lebih baik, kecuali ilmu yang bermanfaat.

Pengetahuan hakiki itu ada di bentangan alam dan jagad raya, diantara bintang-bintang, diantara awan yang berarak, angin yang berhembus, desir angin, sungai yang mengalir, ombak yang berdebur, diantara bebatuan dan pasir, diantara gemerisik daun dan diantara hati-hati kita.

Saya teringat kata-kata yang pernah diujarkan oleh Bapak Andi Estetiono bahwa orang yang kaya itu tidak diukur oleh banyaknya harta yang dia miliki, melainkan orang yang kaya itu sesungguhnya adalah orang yang ’banyak memberi’ dan memberi itu tidak selalu diukur dalam ’dimensi uang’ melainkan juga dimensi ruang dan waktu. Dengan demikian meluangkan waktu berdiskusi dan saling memberikan manfaat termasuk dalam ’kriteria memberi’.

Semoga kita menjadi ’orang-orang yang kaya’ di mata ALLAH.  (Sejarawan.Com)

No comments:

Post a Comment