Setuju tidak setuju, adalah sebuah fakta bahwa pola pikir kita sangat menetukan cara kerja kita.
Ketika masih duduk di bangku TK, kita diberi banyak mainan dengan tujuan untuk mengenalkan kita terhadap bentuk. Dan salah satu permainannya adalah memasukkan bangun ke dalam bagian yang cocok. Jika yang dimasukkan adalah bangun yang salah maka bangun tersebut tidak dapat masuk ke dalam tempat yang kosong. Demikian halnya dengan kita, kita dimasukkan ke sekolah TK, SD, SLTP, SMU, hingga kuliah, bertemu dengan banyak orang dengan tujuan supaya kita belajar, mendapat pendidikan, dan memiliki banyak teman. Pertanyaannya kenapa kita masih bermasalah dengan orang lain? Kenapa pelajaran yang telah kita terima selama ini tidak tuntas padahal kita sudah dewasa? Mari kita renungkan.
Betapa berbedanya seorang anak kecil yang masih belajar mainan ketika ditanya mau jadi apa, dibandingkan dengan mahasiswa yang mau lulus dengan pertanyaan yang sama. Berdasarkan pengamatan, justru orang yang tingkat pendidikan yang semakin tinggi tidak mampu memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Perhatikan, anak kecil yang akan memberikan jawaban lebih cepat bahkan sangat meyakinkan.
Majalah TIME edisi 27 Oktober 2008 dengan headline “Does Temperament Matter?” mengupas lebih detil mengenai temperamen. Lebih lanjut, di dalamnya akan kita temukan artikel yang berjudul “How a President's personality can determine SUCCESS – or failure – in times of crisis” yang ditulis oleh Nancy Gibbs. Di dalam artikelnya, Nancy menjelaskan bahwa saat ini (tahun 2008, masa kampanye calon presiden) yang menjadi sudut pandang masyarakat dalam memilih presiden adalah temperamen calon presiden. Apakah dengan temperamen yang mereka miliki, mereka mampu mengatasi masalah krisis yang sedang terjadi? Tampaknya masyarakat Amerika sangat menaruh perhatian terhadap karakter presiden untuk masa jabatan periode 2009. Karena krisis yang sedang terjadi memberikan dampak yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat Amerika, dan mereka sangat concern terhadap presiden yang akan terpilih. 130 juta orang memberikan suara, terbesar dalam sejarah pemilu di USA karena topik yang diberikan adalah membandingkan calon presiden dari sudut pandang karakter. Tentu saja pada minggu berikutnya setelah majalah TIMES terbit pada tanggal 4 November 2008 terpilihlah Barrack Obama dengan kemenangan 2/3 suara, sebagai jawaban atas penilaian masyarakat Amerika.
Kembali pikirkan hal-hal berikut ini, apakah cukup “hanya” memiliki kemauan dan niat yang kuat? Misalnya:
1. bermaksud baik...
2. berharap baik...
3. bersama-sama baik...
4. mengikuti dengan baik...
5. memberikan contoh yang baik...
Mengapa terjadi kesalahpahaman?
Ilustrasi A: Seorang pria A sedang joging, setelah beberapa putaran, selanjutnya dia melakukan tahap pendinginan di sebelah mobil Porsche-nya yang diparkir persis di pinggir jurang. Seorang pria B kebetulan sedang lewat. Di benak pria B ini adalah bahwa pria A sedang berusaha mendorong mobilnya ke dalam jurang. Tanpa basa basi, pria B langsung turun dari mobilnya, berdiri di sebelah pria A yang sedang melakukan pendinginan di sebelah mobilnya, lalu pria B mengerahkan seluruh tenaganya untuk membantu pria A mendorong mobilnya ke dalam jurang. Dan apa yang terjadi terhadap pria A? Tentu saja dia sangat kaget, karena tiba-tiba saja ada pria asing mendorong mobilnya masuk ke dalam jurang, persis di depan matanya. Dan ilustrasi di atas adalah satu contoh dari sekian banyak contoh lain ketika seseorang salah membaca situasi.
Jadi ternyata, setiap orang bisa saja melihat suatu situasi dengan cara yang berbeda. Dan pada kenyataannya, setiap orang memang memiliki cara pandang yang berbeda-beda. Kesalahpahaman sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika seorang atasan mendelegasikan sebuah tugas kepada bawahannya. Apa yang terjadi? Ternyata si bawahan tersebut tidak memahami apa yang seharusnya dia kerjakan, dan dapat dipastikan si bawahan tersebut tidak mengerjakan tugas yang diberikan. Tentu saja sang atasan akan kaget, karena dia merasa telah menjelaskan tugas yang diberikan dengan benar. Lebih parah lagi ketika si bawahan tersebut keluar dari perusahaan tersebut tanpa alasan yang jelas, atau mungkin saja dengan alasan tidak cocok dengan atasan. Kejadian-kejadian seperti ini sangat sering terjadi dalam lingkungan pekerjaan, bukan hanya satu atau dua kasus saja.
Berdasarkan hasil riset, seseorang ingin diperlakukan sebagaimana dia ingin diperlakukan. Perhatikan ilustrasi-ilustrasi berikut yang sangat sering terjadi dalam kehidupan.
Pola Pikir Kita Sangat Menentukan Cara Kerja Kita
Gambar 2. Kesalahpahaman antara suami dan istri
Gambar 3. Kesalahpahaman antara orang tua dan anak
Ternyata kesalah-pahaman juga sering terjadi di dalam keluarga, ketika suami atau istri tidak berkomunikasi dengan cara yang tepat terhadap pasangannya atau ketika seorang ayah menunjukkan sikap yang tidak sesuai dengan perkataannya di depan anaknya. Akibat dari kesalah-pahaman yang terjadi adalah membuat orang itu sendiri kaget, sang istri kaget karena suaminya tidak menangkap makna dari perkataannya, atau si suami akan kaget karena ternyata istrinya menilainya bukan suami yang tepat, atau si ayah akan kaget karena anaknya tidak mengerti penjelasannya.
Hal ini membuktikan bahwa mengenal seseorang itu bukan karena dimensi waktu, karena waktu yang lama tidak bisa menentukan seseorang bisa mengenali orang lainnya.
Jika Anda adalah seorang pribadi yang tidak mengenal perilaku diri sendiri dan tidak mengenal perilaku orang-orang di sekitar Anda, itu berarti Anda sedang mengucapkan salam perpisahan terhadap orang-orang di sekitar Anda.
Sun Tzu mengatakan pada bukunya The Art of War (hal. 51):
• Jika Anda “tahu musuhmu” dan “tahu diri sendiri”, maka Anda pasti menang peperangan
• Jika Anda “ttidak ahu musuhmu” tetapi “tahu diri sendiri”, maka di setiap memenangi perang, selalu ada kekalahan menyertai
• Jika Anda “tidak tahu musuhmu” dan “tidak tahu diri sendiri”, maka kekalahan adalah suatu yang pasti
Faktor Utama Kegagalan Pribadi
Mengapa kita gagal dalam berkomunikasi dengan orang lain? Tentu pertanyaan ini sering kita pertanyakan kepada diri kita sendiri. Atau pertanyaan: mengapa orang lain tidak memahami apa yang saya maksudkan? Perhatikan gambar di bawah ini:
Gambar 4. Bagan Pengalaman ditambah Pengetahuan
Pengalaman ditambah pengetahuan akan menghasilkan kompetensi yang selalu dipakai banyak orang ataupun perusahaan untuk menilai seseorang bisa bekerja atau tidak untuk menempati suatu posisi jabatan tertentu. Untuk itu kita bisa lihat bagaimana dominasi iklan pencari tenaga kerja yang hanya mensyaratkan CV/resume dan pengalaman.
Perhatikan apa yang terjadi! Riset di lapangan menunjukkan banyak sekali kegagalan setelah perekrutan. Setelah proses tanda tangan kontrak, ternyata karyawan yang direkrut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Perhatikan lagi gambar di bawah ini:
Gambar 5. Bagan Pentingnya Sikap dalam Kinerja
Jadi, ternyata pengalaman ditambah dengan pengetahuan saja tidak cukup, harus ada sikap. Dengan menunjukkan sikap >=80% akan menghasilkan kinerja yang baik. Nah, membaca seseorang adalah sama dengan kita belajar membaca sikap yang merupakan pedoman kerja perilaku seseorang. Ibarat sebuah handphone yang paling murah sekali pun akan diberikan sebuah manual (pedoman kerja perilaku alat). Di dalam manual, kita bisa mengetahui kegunaan tombol-tombol yang terdapat pada handphone, persyaratan serta habitat dimana alat tersebut boleh digunakan, termasuk juga larangan-larangan seperti tidak boleh digunakan di dalam air. Dengan membaca manual, resiko kerusakan dapat dihindari paling tidak diminimalkan. Dan semakin hari pertanyaan akan semakin berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan perkembangan teknologi yang mengakibatkan adanya fitur-fitur baru.
Handphone saja masih dilindungi garansi jika mengalami kerusakan. Bandingkan dengan kehidupan manusia. Betapa beresikonya kalau seseorang tidak menyadari hal tersebut bahwa dia telah melakukan ”kesalahan pencet tombol” atau sedang berada pada ”habitat yang salah”, karena apabila terjadi kerusakan (baca: impoten) belum tentu ada garansinya bukan?
Apakah mudah membaca pedoman kerja perilaku seseorang?
Ilustrasi B: Seorang pria meletakkan sepatunya di depan kamar dengan maksud supaya dibersihkan oleh pelayan kamar. Saat pelayan kamar melintasi kamarnya, tiba-tiba si pelayan pingsan. Di kesempatan yang lain, ketika pria tersebut berada di gym dan ingin mengganti sepatu, lalu semua orang yang sedang berada di gym pingsan. Pria ini makin bingung karena semakin banyak orang di sekitarnya yang pingsan. Di kantor, ketika sedang rapat, pria ini merasa gatal di kakinya, lalu dia membuka sepatu dengan maksud supaya dapat menggaruk jari kakinya yang gatal. Sedetik setelah dia membuka sepatunya, semua peserta rapat jatuh pingsan. Pria tersebut semakin bingung dengan fenomena pingsan yang terjadi di sekitarnya. Suatu malam, pria tersebut diundang makan malam oleh seorang teman berkebangsaan Jepang. Selayaknya budaya Jepang, untuk sopan santun harus membuka harus membuka sepatu sebelum masuk ruangan. Tiba-tiba saja pria tersebut dilempar keluar beserta dengan sepatunya. Dan pria ini semakin bingung. Di suatu kesempatan yang lain, pria tersebut nonton di bioskop. Ketika dia membuka sepatunya, yang terjadi adalah semua pengunjung bioskop lari keluar sambil berteriak histeris. Untuk menjawab pertanyaan yang mengganjal selama ini, pria tersebut mencoba mencium sepatunya dan dia merasa tidak ada yang aneh dengan bau sepatunya. Tapi kenapa orang lain pingsan, marah, bahkan takut ketika dia membuka sepatunya?
Demikianlah, ternyata sebelum kita bersikap yang benar terhadap orang lain maka kemungkinan yang terjadi adalah reaksi negatif yang ditunjukkan oleh orang-orang di sekitar kita. Ibarat bau mulut, bau badan, atau bau kaki kita, sisi negatif dari perilaku kita bisa membuat orang lain kerepotan bahkan ”bergelimpangan”. Jadi, betapa fatalnya bila kita saja sulit menyadari bau mulut (baca: sisi negatif) kita sendiri. Di sisi lain, tentunya kita juga tidak mau dikatai bau mulut oleh orang-orang terdekat kita sekalipun. Dan hal tersebut akan menciptakan suasana tidak nyaman.
Dalam beberapa kasus yang ditemui pada saat konseling, betapa banyaknya para pimpinan (leader) yang kesulitan mengungkapkan kesalahan atau kelemahan dari bawahannya karena apabila langsung disampaikan akan mendapatkan reaksi melawan (karena tersinggung). Sebagai contoh, ketika seorang pimpinan mencoba menjelaskan bahwa bawahannya terlalu galak kepada teman-teman kerjanya yang lain, ternyata reaksi yang diberikan bawahan tersebut adalah justru menantang siapa yang mengatakan kalau dia galak. Dan contoh kasus yang lain, si bawahan akan memberikan komentar bahwa sikap dia selama ini belum tepat disebut galak. Nah, sampai disini mungkin sang pimpinan jadi garuk-garuk kepala atau bisa saja akan menjadi lawan di kemudian hari.
Ketika menghadapi kasus seperti di atas, kita jadi ingat salah satu humor Mati Ketawa Cara Rusia, yaitu ketika seorang demonstran yang teriak-teriak di lapangan Merah: ”Kaisar gila, Kaisar gila, Kaisar gila.” Si demonstran langsung ditangkap dan diadili. Hakim langsung menjatuhkan hukuman seumur hidup. Ketika sang demonstran bertanya, maka jawaban dari hakim adalah bahwa untuk keributan dan teriak-teriak dikenakan hukuman penjara 5 tahun, sementara untuk ucapan yang dia lontarkan saat demonstrasi telah melanggar pasal dengan hukuman seumur hidup yang berisi tentang ”membocorkan rahasia negara”.
Rupanya hal-hal seperti itulah (seperti yang telah dijabarkan sebelumnya) yang sering dilanggar oleh para pembelajar karakter yang setengah-setengah. Kita bisa saja terpancing memberikan jawaban yang sebenarnya adalah ”rahasia negara” seseorang, dan jika kita sampaikan kepada yang bersangkutan dengan cara yang salah akan mengakibatkan dia merasa sakit hati bahkan sangat tersinggung, dalam beberapa kasus bisa dibalas dengan ”membunuh”.
Manajemen Perilaku sebagai Cermin Perilaku
Banyak permasalahan seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka sangat disarankan bila kita pribadi memiliki sebuah cermin pribadi yang bersifat menjelaskan siapa diri seseorang dimana dalam waktu hanya 10 menit saja kita dapat membaca orang lain sehingga membantu kita dalam berinteraksi di dalam lingkungan baik itu lingkungan pekerjaan maupun luar pekerjaan.
Secara umum, perilaku dan lingkungan yang disukai dikategorikan menjadi 4 dimensi perilaku:
1. Perilaku PERKASA: lebih suka dengan lingkungan yang “menguasai dan menghasilkan sesuatu”
2. Perilaku PESONA: lebih suka dengan lingkungan yang “bersosial”
3. Perilaku RAJIN: lebih suka dengan lingkungan yang “teratur dan tidak terganggu”
4. Perilaku CERMAT: lebih suka dengan lingkungan “berkualitas dan benar/aman”
Tentu saja pembelajaran tentang karakter ini tidak bisa disamakan seperti belajar teori atau pengetahuan semata. Karena justru yang lebih penting adalah bagaimana kita mampu menjelaskan bagaimana seseorang itu mengenali dirinya sendiri dibandingkan ketika bisa mengetahui orang tersebut dari satu pihak saja.
Apakah Anda mengenali “teman main” atau “teman kerja”?
Setelah Anda menganalisa kehidupan Anda, menurut Anda manakah yang lebih banyak: teman main atau teman kerja? Atau jangan-jangan kita tidak bisa membedakan antara keduanya? Nah, sudah bisakah Anda mengetahui perbedaannya denga jelas? Perhatikan, hal ini adalah situasi yang sangat serius untuk dipelajari dalam mengenal aplikasi karakter seseorang, termasuk apakah pasangan (suami atau istri) Anda lebih banyak berperan sebagai teman kerja atau teman main, atau bahkan tidak kedua-duanya?
Pada dasarnya, masalah kita muncul atas reaksi perilaku kita sehingga melalui masalah, kita akan mengetahui perilaku yang utama di dalam diri kita. Dan seperti dalam kuadran masalah yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini, sudahkah kita tahu apa yang menjadi masalah dalam kehidupan?
Jika kita mempunyai masalah, maka seharusnya kita juga diharuskan “tau diri” sehingga dengan demikian kita mampu mengenali dan mengatasi bagaimana menyelesaikan masalah tersebut. Kuadran tau diri ditunjukkan oleh gambar berikut:
Gambar 4. Kuadran Tahu Diri
Bagaimana “membaca” atau “dibaca” oleh orang lain dalam 10 menit?
Untuk mengetahui perilaku seseorang bisa dilihat melalui pasangan hidup atau keluarga dekat atau teman dekat.
Apa yang terjadi bila kita kalah cepat membaca orang yang ada di hadapan kita?
Maka itulah yang kita sebut sebagai keadaan ”grogi” atau ”salah tingkah”. Betapa sering kita melihat seseorang menjadi ”sok akrab”, ”sok tahu”, dsb. Semua hal tersebut bisa muncul akibat ketidakmampuan kita membaca perilaku orang yang ada di depan kita.
”Hot Button” vs ”Panic Button”
Ada 2 hal penting yang perlu kita ketahui dari seseorang, yaitu ”hot button” dan ”panic button”. Jika kita memencet tombol yang salah, apakah yang bakal terjadi? Bila ternyata yang kita pencet adalah “panic button”. Tentu saja dia marah dan tidak terima. Jadi, dalam menghadapi orang lain kita perlu tahu “panic button”nya sehingga kita bisa berhati-hati untuk tidak memencetnya. Sebaliknya dengan ”hot button”, jika kita pencet tentu membuat orang itu senang dan nyaman dengan kita.
Pengenalan yang baik akan ”hot button” dan ”panic button” akan membawa kita kepada penjelasan bahwa mengapa banyak sekali para pemimpin yang menyerahkan soal motivasi tim kepada seorang motivator. Seperti yang sudah diketahui secara umum, bahwa bila peserta tidak diajak mengenali ”hot button” dan bekerja sama dengan si motivator akan mengakibatkan efek ”hot-hot chicken shit” (baca: panas-panas tahi ayam) atau paling banter efek ”hot-hot bull shit”. Karena pada dasarnya setiap orang punya ”hot button” yang merupakan motivasi pribadi. Apabila sang pemimpin (leader) mampu bersama tim bisa menemukan masing-masing ”hot button”nya maka betapa dasyatnya efeknya bersama motivator yang tepat, bukan?
Manajemen Perilaku
Program Manajemen Perilaku dimulai dari tahap Capitalize, yaitu bagaimana mengenali “jaguar” atau “hummer” Anda. Setiap orang pasti memiliki salah satu dari kendaraan tercepat mereka dalam bisnis. Demikian juga, setiap orang juga pasti memiliki becak yang merupakan kendaraan yang lambat dalam bisnis. Bila kita tidak tahu akan kedua hal tersebut, besar kemungkinan kita selama ini menggunakan becak atau bahkan menumpang kendaraan orang lain.
Contoh perilaku yang dibutuhkan orang lain:
1. nilai WIBAWA atau TABRAK?
2. nilai KARISMA atau JANJI MANIS?
3. nilai DAMAI atau KERAS KEPALA?
4. nilai KECERDIKAN atau KRITIKAN?
Perhatikan, sisi negatif setiap perilaku tidak mudah dijelaskan oleh pihak lain karena itulah ”bau mulut” atau ”bau badan” seseorang yang sebaiknya jangan pernah diucapkan seorang pemimpin kepada timnya. Masih ingat kan ilustrasi tentang orang pingsan karena bau sepatu? Atau cerita tentang seorang demonstran yang "membocorkan rahasia negara"?
Kemudian masuk ke dalam tahap Blending. Disini kita akan mempelajari bagaimana seseorang bila sedang berpacaran, dimana sebenarnya sudah sangat jelas bahwa perbedaan karakter yang membuat seseorang itu tertarik akan pasangannya. Tetapi justru disinilah potensi konflik yang luar biasa, termasuk seseorang yang baru mulai bekerja dan sedang dalam masa percobaan. Oleh karena itu perlu dijelaskan dan diberikan pelatihan bagaimana perbedaan tersebut sebenarnya adalah kekuatan dalam hal saling melengkapi. Tentu saja disinilah peran seorang coach sangat tepat. Ibarat kita mau melatih seorang atlit balap lari tetapi kita menggunakan jasa pelatih balap kuda. Tentu saja ini merupakan sebuah kesalahan. Teknik blending ini merupakan kunci juga bagi kelas buying & selling skill dimana kita belajar bagaimana menjual kepada seseorang tanpa pernah ditolak.
Tahap selanjutnya, kita perlu belajar Modifikasi. Disini kita akan mengerti bahwa hanya diri kitalah yang bisa merubah sisi lemah (bukan sisi negatif) dari karakter kita. Tentu saja teknik ini bukan membuat kita menjadi salah ”upgrade” becak menjadi sedan, sementara sedan kita malah disimpan alias tidak digunakan. Kesalahan memodifikasi juga bisa mengakibatkan kesalahan yang fatal dan mengakibatkan trauma yang berkepanjangan sehingga akan menjadi mubazir.
Tahap terakhir adalah Complimentary. Teknik ini merupakan teknik paling mujarab di dalam aplikasi Team Building, dimana kekuatan yang satu menutupi kelemahan yang lainnya sehingga terjadi keseimbangan yang permanen dan dinamis. Sudah sering kali kita lihat seseorang menjadi pemimpin serba bisa dan ini mengakibatkan jurang yang memisahkan semakin jauh dan bisa menyebabkan rasa frustasi bagi masing-masing pihak.
Sumber: Sejarawan.Com
Ketika masih duduk di bangku TK, kita diberi banyak mainan dengan tujuan untuk mengenalkan kita terhadap bentuk. Dan salah satu permainannya adalah memasukkan bangun ke dalam bagian yang cocok. Jika yang dimasukkan adalah bangun yang salah maka bangun tersebut tidak dapat masuk ke dalam tempat yang kosong. Demikian halnya dengan kita, kita dimasukkan ke sekolah TK, SD, SLTP, SMU, hingga kuliah, bertemu dengan banyak orang dengan tujuan supaya kita belajar, mendapat pendidikan, dan memiliki banyak teman. Pertanyaannya kenapa kita masih bermasalah dengan orang lain? Kenapa pelajaran yang telah kita terima selama ini tidak tuntas padahal kita sudah dewasa? Mari kita renungkan.
Betapa berbedanya seorang anak kecil yang masih belajar mainan ketika ditanya mau jadi apa, dibandingkan dengan mahasiswa yang mau lulus dengan pertanyaan yang sama. Berdasarkan pengamatan, justru orang yang tingkat pendidikan yang semakin tinggi tidak mampu memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Perhatikan, anak kecil yang akan memberikan jawaban lebih cepat bahkan sangat meyakinkan.
Majalah TIME edisi 27 Oktober 2008 dengan headline “Does Temperament Matter?” mengupas lebih detil mengenai temperamen. Lebih lanjut, di dalamnya akan kita temukan artikel yang berjudul “How a President's personality can determine SUCCESS – or failure – in times of crisis” yang ditulis oleh Nancy Gibbs. Di dalam artikelnya, Nancy menjelaskan bahwa saat ini (tahun 2008, masa kampanye calon presiden) yang menjadi sudut pandang masyarakat dalam memilih presiden adalah temperamen calon presiden. Apakah dengan temperamen yang mereka miliki, mereka mampu mengatasi masalah krisis yang sedang terjadi? Tampaknya masyarakat Amerika sangat menaruh perhatian terhadap karakter presiden untuk masa jabatan periode 2009. Karena krisis yang sedang terjadi memberikan dampak yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat Amerika, dan mereka sangat concern terhadap presiden yang akan terpilih. 130 juta orang memberikan suara, terbesar dalam sejarah pemilu di USA karena topik yang diberikan adalah membandingkan calon presiden dari sudut pandang karakter. Tentu saja pada minggu berikutnya setelah majalah TIMES terbit pada tanggal 4 November 2008 terpilihlah Barrack Obama dengan kemenangan 2/3 suara, sebagai jawaban atas penilaian masyarakat Amerika.
Kembali pikirkan hal-hal berikut ini, apakah cukup “hanya” memiliki kemauan dan niat yang kuat? Misalnya:
1. bermaksud baik...
2. berharap baik...
3. bersama-sama baik...
4. mengikuti dengan baik...
5. memberikan contoh yang baik...
Mengapa terjadi kesalahpahaman?
Ilustrasi A: Seorang pria A sedang joging, setelah beberapa putaran, selanjutnya dia melakukan tahap pendinginan di sebelah mobil Porsche-nya yang diparkir persis di pinggir jurang. Seorang pria B kebetulan sedang lewat. Di benak pria B ini adalah bahwa pria A sedang berusaha mendorong mobilnya ke dalam jurang. Tanpa basa basi, pria B langsung turun dari mobilnya, berdiri di sebelah pria A yang sedang melakukan pendinginan di sebelah mobilnya, lalu pria B mengerahkan seluruh tenaganya untuk membantu pria A mendorong mobilnya ke dalam jurang. Dan apa yang terjadi terhadap pria A? Tentu saja dia sangat kaget, karena tiba-tiba saja ada pria asing mendorong mobilnya masuk ke dalam jurang, persis di depan matanya. Dan ilustrasi di atas adalah satu contoh dari sekian banyak contoh lain ketika seseorang salah membaca situasi.
Jadi ternyata, setiap orang bisa saja melihat suatu situasi dengan cara yang berbeda. Dan pada kenyataannya, setiap orang memang memiliki cara pandang yang berbeda-beda. Kesalahpahaman sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika seorang atasan mendelegasikan sebuah tugas kepada bawahannya. Apa yang terjadi? Ternyata si bawahan tersebut tidak memahami apa yang seharusnya dia kerjakan, dan dapat dipastikan si bawahan tersebut tidak mengerjakan tugas yang diberikan. Tentu saja sang atasan akan kaget, karena dia merasa telah menjelaskan tugas yang diberikan dengan benar. Lebih parah lagi ketika si bawahan tersebut keluar dari perusahaan tersebut tanpa alasan yang jelas, atau mungkin saja dengan alasan tidak cocok dengan atasan. Kejadian-kejadian seperti ini sangat sering terjadi dalam lingkungan pekerjaan, bukan hanya satu atau dua kasus saja.
Berdasarkan hasil riset, seseorang ingin diperlakukan sebagaimana dia ingin diperlakukan. Perhatikan ilustrasi-ilustrasi berikut yang sangat sering terjadi dalam kehidupan.
Pola Pikir Kita Sangat Menentukan Cara Kerja Kita
Gambar 2. Kesalahpahaman antara suami dan istri
Gambar 3. Kesalahpahaman antara orang tua dan anak
Ternyata kesalah-pahaman juga sering terjadi di dalam keluarga, ketika suami atau istri tidak berkomunikasi dengan cara yang tepat terhadap pasangannya atau ketika seorang ayah menunjukkan sikap yang tidak sesuai dengan perkataannya di depan anaknya. Akibat dari kesalah-pahaman yang terjadi adalah membuat orang itu sendiri kaget, sang istri kaget karena suaminya tidak menangkap makna dari perkataannya, atau si suami akan kaget karena ternyata istrinya menilainya bukan suami yang tepat, atau si ayah akan kaget karena anaknya tidak mengerti penjelasannya.
Hal ini membuktikan bahwa mengenal seseorang itu bukan karena dimensi waktu, karena waktu yang lama tidak bisa menentukan seseorang bisa mengenali orang lainnya.
Jika Anda adalah seorang pribadi yang tidak mengenal perilaku diri sendiri dan tidak mengenal perilaku orang-orang di sekitar Anda, itu berarti Anda sedang mengucapkan salam perpisahan terhadap orang-orang di sekitar Anda.
Sun Tzu mengatakan pada bukunya The Art of War (hal. 51):
• Jika Anda “tahu musuhmu” dan “tahu diri sendiri”, maka Anda pasti menang peperangan
• Jika Anda “ttidak ahu musuhmu” tetapi “tahu diri sendiri”, maka di setiap memenangi perang, selalu ada kekalahan menyertai
• Jika Anda “tidak tahu musuhmu” dan “tidak tahu diri sendiri”, maka kekalahan adalah suatu yang pasti
Faktor Utama Kegagalan Pribadi
Mengapa kita gagal dalam berkomunikasi dengan orang lain? Tentu pertanyaan ini sering kita pertanyakan kepada diri kita sendiri. Atau pertanyaan: mengapa orang lain tidak memahami apa yang saya maksudkan? Perhatikan gambar di bawah ini:
Gambar 4. Bagan Pengalaman ditambah Pengetahuan
Pengalaman ditambah pengetahuan akan menghasilkan kompetensi yang selalu dipakai banyak orang ataupun perusahaan untuk menilai seseorang bisa bekerja atau tidak untuk menempati suatu posisi jabatan tertentu. Untuk itu kita bisa lihat bagaimana dominasi iklan pencari tenaga kerja yang hanya mensyaratkan CV/resume dan pengalaman.
Perhatikan apa yang terjadi! Riset di lapangan menunjukkan banyak sekali kegagalan setelah perekrutan. Setelah proses tanda tangan kontrak, ternyata karyawan yang direkrut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Perhatikan lagi gambar di bawah ini:
Gambar 5. Bagan Pentingnya Sikap dalam Kinerja
Jadi, ternyata pengalaman ditambah dengan pengetahuan saja tidak cukup, harus ada sikap. Dengan menunjukkan sikap >=80% akan menghasilkan kinerja yang baik. Nah, membaca seseorang adalah sama dengan kita belajar membaca sikap yang merupakan pedoman kerja perilaku seseorang. Ibarat sebuah handphone yang paling murah sekali pun akan diberikan sebuah manual (pedoman kerja perilaku alat). Di dalam manual, kita bisa mengetahui kegunaan tombol-tombol yang terdapat pada handphone, persyaratan serta habitat dimana alat tersebut boleh digunakan, termasuk juga larangan-larangan seperti tidak boleh digunakan di dalam air. Dengan membaca manual, resiko kerusakan dapat dihindari paling tidak diminimalkan. Dan semakin hari pertanyaan akan semakin berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan perkembangan teknologi yang mengakibatkan adanya fitur-fitur baru.
Handphone saja masih dilindungi garansi jika mengalami kerusakan. Bandingkan dengan kehidupan manusia. Betapa beresikonya kalau seseorang tidak menyadari hal tersebut bahwa dia telah melakukan ”kesalahan pencet tombol” atau sedang berada pada ”habitat yang salah”, karena apabila terjadi kerusakan (baca: impoten) belum tentu ada garansinya bukan?
Apakah mudah membaca pedoman kerja perilaku seseorang?
Ilustrasi B: Seorang pria meletakkan sepatunya di depan kamar dengan maksud supaya dibersihkan oleh pelayan kamar. Saat pelayan kamar melintasi kamarnya, tiba-tiba si pelayan pingsan. Di kesempatan yang lain, ketika pria tersebut berada di gym dan ingin mengganti sepatu, lalu semua orang yang sedang berada di gym pingsan. Pria ini makin bingung karena semakin banyak orang di sekitarnya yang pingsan. Di kantor, ketika sedang rapat, pria ini merasa gatal di kakinya, lalu dia membuka sepatu dengan maksud supaya dapat menggaruk jari kakinya yang gatal. Sedetik setelah dia membuka sepatunya, semua peserta rapat jatuh pingsan. Pria tersebut semakin bingung dengan fenomena pingsan yang terjadi di sekitarnya. Suatu malam, pria tersebut diundang makan malam oleh seorang teman berkebangsaan Jepang. Selayaknya budaya Jepang, untuk sopan santun harus membuka harus membuka sepatu sebelum masuk ruangan. Tiba-tiba saja pria tersebut dilempar keluar beserta dengan sepatunya. Dan pria ini semakin bingung. Di suatu kesempatan yang lain, pria tersebut nonton di bioskop. Ketika dia membuka sepatunya, yang terjadi adalah semua pengunjung bioskop lari keluar sambil berteriak histeris. Untuk menjawab pertanyaan yang mengganjal selama ini, pria tersebut mencoba mencium sepatunya dan dia merasa tidak ada yang aneh dengan bau sepatunya. Tapi kenapa orang lain pingsan, marah, bahkan takut ketika dia membuka sepatunya?
Demikianlah, ternyata sebelum kita bersikap yang benar terhadap orang lain maka kemungkinan yang terjadi adalah reaksi negatif yang ditunjukkan oleh orang-orang di sekitar kita. Ibarat bau mulut, bau badan, atau bau kaki kita, sisi negatif dari perilaku kita bisa membuat orang lain kerepotan bahkan ”bergelimpangan”. Jadi, betapa fatalnya bila kita saja sulit menyadari bau mulut (baca: sisi negatif) kita sendiri. Di sisi lain, tentunya kita juga tidak mau dikatai bau mulut oleh orang-orang terdekat kita sekalipun. Dan hal tersebut akan menciptakan suasana tidak nyaman.
Dalam beberapa kasus yang ditemui pada saat konseling, betapa banyaknya para pimpinan (leader) yang kesulitan mengungkapkan kesalahan atau kelemahan dari bawahannya karena apabila langsung disampaikan akan mendapatkan reaksi melawan (karena tersinggung). Sebagai contoh, ketika seorang pimpinan mencoba menjelaskan bahwa bawahannya terlalu galak kepada teman-teman kerjanya yang lain, ternyata reaksi yang diberikan bawahan tersebut adalah justru menantang siapa yang mengatakan kalau dia galak. Dan contoh kasus yang lain, si bawahan akan memberikan komentar bahwa sikap dia selama ini belum tepat disebut galak. Nah, sampai disini mungkin sang pimpinan jadi garuk-garuk kepala atau bisa saja akan menjadi lawan di kemudian hari.
Ketika menghadapi kasus seperti di atas, kita jadi ingat salah satu humor Mati Ketawa Cara Rusia, yaitu ketika seorang demonstran yang teriak-teriak di lapangan Merah: ”Kaisar gila, Kaisar gila, Kaisar gila.” Si demonstran langsung ditangkap dan diadili. Hakim langsung menjatuhkan hukuman seumur hidup. Ketika sang demonstran bertanya, maka jawaban dari hakim adalah bahwa untuk keributan dan teriak-teriak dikenakan hukuman penjara 5 tahun, sementara untuk ucapan yang dia lontarkan saat demonstrasi telah melanggar pasal dengan hukuman seumur hidup yang berisi tentang ”membocorkan rahasia negara”.
Rupanya hal-hal seperti itulah (seperti yang telah dijabarkan sebelumnya) yang sering dilanggar oleh para pembelajar karakter yang setengah-setengah. Kita bisa saja terpancing memberikan jawaban yang sebenarnya adalah ”rahasia negara” seseorang, dan jika kita sampaikan kepada yang bersangkutan dengan cara yang salah akan mengakibatkan dia merasa sakit hati bahkan sangat tersinggung, dalam beberapa kasus bisa dibalas dengan ”membunuh”.
Manajemen Perilaku sebagai Cermin Perilaku
Banyak permasalahan seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka sangat disarankan bila kita pribadi memiliki sebuah cermin pribadi yang bersifat menjelaskan siapa diri seseorang dimana dalam waktu hanya 10 menit saja kita dapat membaca orang lain sehingga membantu kita dalam berinteraksi di dalam lingkungan baik itu lingkungan pekerjaan maupun luar pekerjaan.
Secara umum, perilaku dan lingkungan yang disukai dikategorikan menjadi 4 dimensi perilaku:
1. Perilaku PERKASA: lebih suka dengan lingkungan yang “menguasai dan menghasilkan sesuatu”
2. Perilaku PESONA: lebih suka dengan lingkungan yang “bersosial”
3. Perilaku RAJIN: lebih suka dengan lingkungan yang “teratur dan tidak terganggu”
4. Perilaku CERMAT: lebih suka dengan lingkungan “berkualitas dan benar/aman”
Tentu saja pembelajaran tentang karakter ini tidak bisa disamakan seperti belajar teori atau pengetahuan semata. Karena justru yang lebih penting adalah bagaimana kita mampu menjelaskan bagaimana seseorang itu mengenali dirinya sendiri dibandingkan ketika bisa mengetahui orang tersebut dari satu pihak saja.
Apakah Anda mengenali “teman main” atau “teman kerja”?
Setelah Anda menganalisa kehidupan Anda, menurut Anda manakah yang lebih banyak: teman main atau teman kerja? Atau jangan-jangan kita tidak bisa membedakan antara keduanya? Nah, sudah bisakah Anda mengetahui perbedaannya denga jelas? Perhatikan, hal ini adalah situasi yang sangat serius untuk dipelajari dalam mengenal aplikasi karakter seseorang, termasuk apakah pasangan (suami atau istri) Anda lebih banyak berperan sebagai teman kerja atau teman main, atau bahkan tidak kedua-duanya?
Pada dasarnya, masalah kita muncul atas reaksi perilaku kita sehingga melalui masalah, kita akan mengetahui perilaku yang utama di dalam diri kita. Dan seperti dalam kuadran masalah yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini, sudahkah kita tahu apa yang menjadi masalah dalam kehidupan?
Jika kita mempunyai masalah, maka seharusnya kita juga diharuskan “tau diri” sehingga dengan demikian kita mampu mengenali dan mengatasi bagaimana menyelesaikan masalah tersebut. Kuadran tau diri ditunjukkan oleh gambar berikut:
Gambar 4. Kuadran Tahu Diri
Bagaimana “membaca” atau “dibaca” oleh orang lain dalam 10 menit?
Untuk mengetahui perilaku seseorang bisa dilihat melalui pasangan hidup atau keluarga dekat atau teman dekat.
Apa yang terjadi bila kita kalah cepat membaca orang yang ada di hadapan kita?
Maka itulah yang kita sebut sebagai keadaan ”grogi” atau ”salah tingkah”. Betapa sering kita melihat seseorang menjadi ”sok akrab”, ”sok tahu”, dsb. Semua hal tersebut bisa muncul akibat ketidakmampuan kita membaca perilaku orang yang ada di depan kita.
”Hot Button” vs ”Panic Button”
Ada 2 hal penting yang perlu kita ketahui dari seseorang, yaitu ”hot button” dan ”panic button”. Jika kita memencet tombol yang salah, apakah yang bakal terjadi? Bila ternyata yang kita pencet adalah “panic button”. Tentu saja dia marah dan tidak terima. Jadi, dalam menghadapi orang lain kita perlu tahu “panic button”nya sehingga kita bisa berhati-hati untuk tidak memencetnya. Sebaliknya dengan ”hot button”, jika kita pencet tentu membuat orang itu senang dan nyaman dengan kita.
Pengenalan yang baik akan ”hot button” dan ”panic button” akan membawa kita kepada penjelasan bahwa mengapa banyak sekali para pemimpin yang menyerahkan soal motivasi tim kepada seorang motivator. Seperti yang sudah diketahui secara umum, bahwa bila peserta tidak diajak mengenali ”hot button” dan bekerja sama dengan si motivator akan mengakibatkan efek ”hot-hot chicken shit” (baca: panas-panas tahi ayam) atau paling banter efek ”hot-hot bull shit”. Karena pada dasarnya setiap orang punya ”hot button” yang merupakan motivasi pribadi. Apabila sang pemimpin (leader) mampu bersama tim bisa menemukan masing-masing ”hot button”nya maka betapa dasyatnya efeknya bersama motivator yang tepat, bukan?
Manajemen Perilaku
Program Manajemen Perilaku dimulai dari tahap Capitalize, yaitu bagaimana mengenali “jaguar” atau “hummer” Anda. Setiap orang pasti memiliki salah satu dari kendaraan tercepat mereka dalam bisnis. Demikian juga, setiap orang juga pasti memiliki becak yang merupakan kendaraan yang lambat dalam bisnis. Bila kita tidak tahu akan kedua hal tersebut, besar kemungkinan kita selama ini menggunakan becak atau bahkan menumpang kendaraan orang lain.
Contoh perilaku yang dibutuhkan orang lain:
1. nilai WIBAWA atau TABRAK?
2. nilai KARISMA atau JANJI MANIS?
3. nilai DAMAI atau KERAS KEPALA?
4. nilai KECERDIKAN atau KRITIKAN?
Perhatikan, sisi negatif setiap perilaku tidak mudah dijelaskan oleh pihak lain karena itulah ”bau mulut” atau ”bau badan” seseorang yang sebaiknya jangan pernah diucapkan seorang pemimpin kepada timnya. Masih ingat kan ilustrasi tentang orang pingsan karena bau sepatu? Atau cerita tentang seorang demonstran yang "membocorkan rahasia negara"?
Kemudian masuk ke dalam tahap Blending. Disini kita akan mempelajari bagaimana seseorang bila sedang berpacaran, dimana sebenarnya sudah sangat jelas bahwa perbedaan karakter yang membuat seseorang itu tertarik akan pasangannya. Tetapi justru disinilah potensi konflik yang luar biasa, termasuk seseorang yang baru mulai bekerja dan sedang dalam masa percobaan. Oleh karena itu perlu dijelaskan dan diberikan pelatihan bagaimana perbedaan tersebut sebenarnya adalah kekuatan dalam hal saling melengkapi. Tentu saja disinilah peran seorang coach sangat tepat. Ibarat kita mau melatih seorang atlit balap lari tetapi kita menggunakan jasa pelatih balap kuda. Tentu saja ini merupakan sebuah kesalahan. Teknik blending ini merupakan kunci juga bagi kelas buying & selling skill dimana kita belajar bagaimana menjual kepada seseorang tanpa pernah ditolak.
Tahap selanjutnya, kita perlu belajar Modifikasi. Disini kita akan mengerti bahwa hanya diri kitalah yang bisa merubah sisi lemah (bukan sisi negatif) dari karakter kita. Tentu saja teknik ini bukan membuat kita menjadi salah ”upgrade” becak menjadi sedan, sementara sedan kita malah disimpan alias tidak digunakan. Kesalahan memodifikasi juga bisa mengakibatkan kesalahan yang fatal dan mengakibatkan trauma yang berkepanjangan sehingga akan menjadi mubazir.
Tahap terakhir adalah Complimentary. Teknik ini merupakan teknik paling mujarab di dalam aplikasi Team Building, dimana kekuatan yang satu menutupi kelemahan yang lainnya sehingga terjadi keseimbangan yang permanen dan dinamis. Sudah sering kali kita lihat seseorang menjadi pemimpin serba bisa dan ini mengakibatkan jurang yang memisahkan semakin jauh dan bisa menyebabkan rasa frustasi bagi masing-masing pihak.
Sumber: Sejarawan.Com
No comments:
Post a Comment