Ketika kita terbebani target di tengah kondisi market yang moderat, di tengah kondisi market yang suistainable, masalah dan tantangan yang kita hadapi memang tidak sederhana. Kadang kita bertanya, mengapa kita begitu sulit keluar dari situasi ini? Namun sangat disayangkan, ketika, di tengah keadaan yang membebani, bukannya kualitas dan keyakinan "can do" yang kita kembangkan untuk mengatasinya, melainkan kebanyakan kita hanya bersikap "helpless", protes, banyak alasan, bahkan berupaya mencari kambing hitam dan melakukan tindakan-tindakan yang tidak etik seperti saling menyerang, saling menjatuhkan, dan menebarkan fitnah. Why? Kenapa banyak orang tidak mau mengevaluasi dirinya sendiri sebelum ia menyalahkan orang lain? Kenapa ketika kita kalah kita sulit menerimanya dan tidak mau mengakui bahwa pesaing memang bekerja lebih baik dari kita? Why? Strategi kitakah yang salah atau SDM-SDM kita yang potensinya mulai tercemar dan tidak punya "passion" lagi.
Membangun passion insividu dalam ranah marketing adalah penting, dan mentransset pola pikir amatir seorang marketing menjadi marketing profesional dan otentik adalah dilema setiap perusahaan yang harus dipecahkan secara quantum. Memang benar, mengutip keniscayaan Edward O Wilson, human nature exist, and it's both deep and highly structure: sesuatu yang alami pada manusia ada, dan itu mengakar sangat dalam dan sangat terstruktur. Oke. Tetapi adanya bawaan alami, bukan berarti drive orang per orang selesai, bukan berarti pola pikir dan passion seseorang selesai untuk diimprove.
Passion bukan sekedar style dan skill. Bukan sekedar hasrat, spirit, kegemaran dan tujuan. Passion lebih juga berupa mindset, pendewasaan, isi, sikap veil of ignorance atau kesadaran manusia dalam hal kejujuran agar terhindar dari kepentingan diri sendiri, agar terhindar dari kepentingan posisi kelas, agar terhindar dari kepentingan status sosial. Dewasa ini, ranah marketing yang cenderung hanya dominan dilihat dari kacamata industrialisasi, komersialisasi, hampir mustahil mencetak individu dengan passion yang kuat, karena setiap individu marketing cenderung dituntut melompat pada hasil akhir ketimbang meniti proses secara jujur dan kreatif, dan individu marketing cenderung mudah pecah oleh godaan uang. Akibatnya, demi uang dan komersialisasi, demi hasil akhir untuk menyelamatkan performing volume, banyak pembiasan dan tekhnik manipulasi dikembangkan di lapangan. Lewat yang bias dan serba manifulatif tadi, banyak individu dalam ranah marketing terdorong untuk menciptakan keunggulan palsu. Ironisnya kemudian, keunggulan palsu ini kerap dijadikan nilai acu atau tolak ukur profesionalisme di banyak perusahaan. Cara pandang tentang profesionalisme semacam ini jelas merupakan konstruksi sesat pikir. Sesat dan menyesatkan. Konstruksi sampah!
Memang, tidak mudah membangun tim marketing dengan fokus dari nol dalam rangka menghasilkan tim dengan passion yang kuat. Butuh proses, waktu panjang, kedalaman improvement, dan beban biaya. Sementara dalam tren bisnis kekinian, kita tahu, perusahaan yang paling jelek dan tidak performing sekalipun sangat ketat dan selalu mencari celah untuk memotong beban biaya dan sangat ketat dalam hal maintenance waktu, yang artinya, apapun yang dilihat biaya dan waktu harus sekaligus memiliki pendapatan. Itulah sebab, butuh kematangan domestik untuk mengimplementasikan tim baru yang dibentuk dari nol. Tantangan terbesarnya adalah fokus strategi kita, continues improvement kita, veil of ignorance kita, karena perusahaan pasti memandang tidak bisa semuanya dimulai dari nol. Apa artinya penghargaan The Best Creation, The Best Idea, The Best ini dan itu, jika akting-akting kita tidak memberi keuntungan yang signifikan bagi perusahaan. Namun bagaimanapun, membangun tim marketing dari nol adalah mandala yang tepat jika hendak membentuk tim dengan passion yang kuat. Ini penting. Ini tuntutan alami dalam bisnis kekinian. Perusahaan tidak mungkin selamanya bergantung pada tim yang memiliki cost tinggi, misalnya jika terjadi guncangan atau fluktuatif kebijakan di pasar. Kita tahu, jika kebijakan di pasar berubah, tim yang bekerja dengan cost tertinggilah yang akan terlebih dahulu jatuh, ambruk, buyar seperti abu kembang api yang getas. Tetapi jika kita memiliki tim dengan passion yang kuat, sebagaimana yang telah kita bentuk dengan fokus dari nol, perusahaan kita masih tetap kompetitif di tengah pasar yang se-fluktuatif apapun dan kita masih bisa mengontrol cost karena memiliki pilar-pilar tersebut: pilar yang otentik, pilar yang profesional, tidak cengeng .
Hmm. Begitulah.
Sejatinya, seorang marketing profesional adalah individu yang senantiasa bekerja otentik. Ia tidak sekedar simbol yang dibesarkan secara artifisial atau simbol yang digelembungkan lewat manifulasi "tumpang sari" atau "desain brokerisasi" yang sarat rente. Ia, seorang marketing profesional, sejatinya prima dalam setiap aksi dan realitas pasar, produktifitasnya tidak dibuat-buat. Pada domain selanjutnya, haruslah menjadi keniscayaan bahwa seorang marketing profesional tidak pernah melihat dirinya sebagai penjual, melainkan seorang konsultan. Seorang profesional tidak sekedar berkutat menjual produk, tapi aktif pula sebagai pemecah masalah. Seorang profesional dibentuk agar ia kemudian merasa seperti co-creator, dalang, yang ikut menentukan nasib perusahaan ke arah perkembangan yang signifikan.
--- Marketing adalah ranah yang terus berproses menuju tantangan yang lebih berat dan beragam di masa-masa mendatang. Di antara tantangan beragam yang berat itu, yang agak inti akan lebih terkait pada masalah SDM dan regulasi. Masalah SDM ke depannya akan menyangkut kesiapan kerangka passion, etos kerja, speed, dan moralitas. Sanggupkah kita menyiapkan SDM masa depan kita untuk menyambut pola marketing yang lebih skriptural, lebih multiplatform, lebih spontan dan cepat? Sanggupkah SDM kita beradaptasi dan bergumul dengan domain baru, berikut beraktualisasi dengan berbagai kemungkinan model market yang baru dan prilaku konsumen yang baru? Jika masalah SDM telah teratasi, tantangan berat lainnya ke depan adalah kemungkinan kita berhadapan dengan berbagai regulasi baru. Di depan tentu akan banyak kebijakan birokrasi berbasis hukum yang harus kita patuhi, sebab bagaimanapun kita tidak bisa menolak keberadaan hukum dan kebijakan sebagai batu sangga legalitas.
---Kondisi pasar otomotif roda dua, pada 2011, 2012, 2013, diperkirakan akan lebih baik. Market share akan berkembang lebih bagus seiring prediksi meningkatnya daya beli dan pendapatan masyarakat. Cuaca ekstrem dan anomali iklim global diperkirakan belum berdampak signifikan di tahun ini terhadap pertumbuhan pasar otomotif R2. Berdasarkan analisis lain, rencana pemerintah di tahun mendatang melakukan pembatasan BBM bersubsidi, sebagaimana akan diujicoba mula di Ibukota dan sekitarnya, akan berdampak baik kepada market R2, karena pemilik kendaraan yang dilarang menggunakan BBM bersubsidi berkemungkinan beralih ke kendaraan R2 sebagai transportasi alternatif. Tampaknya rencana pembatasan BBM bersubsidi ini akan segera terealisasi secara nasional karena beban subsidi BBM adalah persoalan serius yang selalu dihadapi pemerintah. Ada dua dilema yang selalu dihadapi pemerintah berkait beban subsidi BBM, yakni cost subsidi jika terjadi kenaikan harga minyak dunia dan cost subsidi jika terjadi pelemahan kurs rupiah. Terungkap, setiap kenaikan 1 dollar AS harga minyak mentah dunia akan meningkatkan beban subsidi BBM sebesar 2,6 triliun. Begitu pula, setiap pelemahan kurs rupiah sebesar Rp 100 per dollar AS , akan meningkatkan beban subsidi sebesar 2,4 triliun.
---Untuk dapat menjalankan fungsinya secara total dan siap tanding menyongsong gairah pasar R2 di tahun ini dan tahun-tahun mendatang, setiap perusahaan otomotif berbasis marketing R2 dituntut melakukan evaluasi terhadap tim marketingnya. Tugas pokoknya, kita harus membangun passion dan membentuk motivasi yang kuat dalam tim marketing kita. Ke depannya, investasi terhadap SDM akan jauh lebih penting. Dalam membangun dan membina SDM , setiap pemimpin tim dituntut jujur mendengarkan nuraninya, bukan ego dan nafsunya. Bukan pula mendengarkan bisikan setan yang tak penting yang dapat berimplikasi mengguncang tim. Nurani adalah kontrol agar kita tidak picik dan purba mengelola tim. Nurani yang jujur adalah kacamata bening untuk melihat segala soal sebelum berbicara, mengambil keputusan, dan bertindak. Nurani yang jujur adalah kunci untuk membuka hati seluas-luasnya agar kita legowo melihat kritik sebagai aspek membangun tim, sehingga jika ada anggota tim yang mengecam keras kebijakan kita, maka janganlah segera dituduh sebagai pemberontak atau anak nakal yang harus dibinasakan. Kala membangun passion, motivasi, dan groot di dalam tim, hendaklah komponen-komponennya adalah taste yang otentik dan objektif, bukan sekedar kamuflase atau palsu, bukan sekedar distorsi atau refresentasi otoritatif, bukan sekedar bajakan atau lagu lama kaset baru, dan hendaklah pula taste yang profesional, bukan sekedar berdasarkan trah kroni, oral status quo, dan pakem suka atau tak suka. Hendaknya di dalam tim mulai dikembangkan "tiada dusta di antara kita" karena setiap keterbukaan akan mendorong suasana tim menjadi dinamis, dan kedinamisan tim akan mendorong setiap individu mengeluarkan seluruh ketrampilan dan power kompetensinya. Terkadang seorang pemimpin tim terlampau "power-totaliter" yang tanpa sadar mematikan semangat anak buahnya, misalnya dengan tidak merespek keberhasilannya dan kerap mengecilkan upayanya, lalu sering kita lihat efeknya adalah si anak buah kecewa, membeku, berhenti berpikir, hancur, tidak bersedia mencoba lagi, tidak mau bergerak lagi. Sudah saatnya pemimpin tim berperan sebagai leader, bukan bos!
--- Ya, kita memang selalu dituntut melihat hasil akhir, dengan demikian kadang-kadang kita bicara marketing bukan lagi soal kualitas, profesionalitas dan otentisitas, bukan lagi soal value creation. Kita lebih fokus dan tergopoh mengejar target dengan berbagai cara, tak peduli itu kamuflase atau palsu, tak peduli itu menabrak aturan-aturan. Namun dalam beberapa kasus akhirnya kita tahu, yang kamuflase itu, keunggulan palsu itu, sebenarnya sebuah pilihan, pilihan simalakama yang mau tidak mau sering kita ambil, walau kadang kita tahu pilihan itu sebenarnya lebih berpotensi menjerumuskan individu-individu marketing kita ke lembah yang kuyup masalah dan cenderung membuka lubang ke arah moral hazard. Itu disebabkan karena, sebagaimana kita tahu, marketing kamuflase merupakan desain marketing yang penuh resiko, penuh jebakan, instan namun berbiaya tinggi, dan merupakan lingkaran setan dari praktik rente brokerisasi. Belajar dari banyak kasus di seputar luar, sudah sepatutnya pembinaan marketing tidak kita kutatkan pada konstruksi sesat pikir "profesionalisme instant" semacam itu. Yang terbaik, biarlah individu marketing kita kita berkembang dengan proses kreatif mandiri dan kita mulai intens memberi pembinaan dengan konstruksi yang otentik. Di dalam tim sebaiknya dihindari memelihara SDM yang mindset kerjanya hanya berorientasi uang, uang, dan uang dan dihindari memelihara SDM yang cengeng dan takut mati mengelola tantangan. SDM demikian biasanya tidak mampu melakukan problem solving dan "mandul solusi" ketika tim menemui jalan buntu atau defisit, sebaliknya ia justru akan menjadi masalah dan parasit di dalam yang menghambat visi maju.
--- Sebenarnya banyak perusahaan berprestasi tiba-tiba limbung dan jalan di tempat akibat terlampau nyaman dengan model-model status quo, hingga tanpa sadar perusahaan dijadikan lumbung oleh orang-orang "dalamnya" sendiri untuk memperkaya diri dengan berbagai manuver dan akting maling yang cantik. Itulah sebab, kenapa dalam "Manajemen Modern" setiap pengusaha dalam menjalankan bidang usahanya disarankan memakai lebih dari dua tim audit profesional, yang benar-benar bersih, kompeten, dan kebal dari penyuapan, agar aset dan kekayaannya terjaga dengan baik dan agar perusahaannya tidak disalahgunakan oleh oknum individu tertentu untuk mencari keuntungan pribadi. Ke depannya, model-model status quo, yang hanya real mencetak pemalas, orang lamban, para bebal, tukang tunjuk miskin konstribusi, pemecah belah, termasuk para maling dalam selimut yang cenderung hanya menikmati untung dari hasil kerja keras orang lain, tentu sudah tidak relevan dengan model bisnis dan manajemen kekinian yang lebih menuntut speed, moralitas, kualitas, dan passion.
Tidak ada individu marketing yang berkembang secara otentik tanpa adanya dorongan atau motivasi yang kuat. Motivasi kuat itu terutama harus datang dari pemimpinnya. Pohon yang baik tidak mungkin menghasilkan buah yang tidak baik. Bagi seorang pemimpin, retorika perlu, tapi sudah tidak cukup. Pemimpin kekinian sudah dituntut ikut pro-aktif, tak boleh defisit ide, tak jaman lagi berpangku tangan. Pemimpin tim dituntut tidak hanya menguasai tekhnik dan khasanah marketing yang flat, yang sebenarnya sudah basi dan tidak relevan, namun harus pula menguasai tekhnik marketing yang multiconcept-multiframe-multicolour-multiaction, termasuk menguasai politik marketing. Seorang pemimpin tim yang dituntut meningkatkan penjualan sering berdalih kekurangan orang dan meminta tambahan anggota tim, ini adalah contok tekhnik yang basi itu. Sebab sering terjadi, ketika orangnya sudah ada, tetap saja penjualan tak kunjung bergerak. Yang kita butuhkan sebenarnya bukanlah tambahan orang, sebab kita bukan mengelola tumpukan orang, melainkan sense of development terhadap orang-orang yang sudah ada. Dalam sense of development, setiap individu marketing di dalam tim butuh diprofil, direspek, di-improve, bahkan bila perlu digali hasrat dan impiannya, dengan cara yang baik, etik, otentik, dan sistemik. Inilah tugas kita, passion kita. Janganlah heran, terkadang kita melihat sebuah tim mini, terdiri hanya segelintir orang, namun punya daya pukul yang kuat di pasar. Why? Salah satunya jelas, karena sense of development di dalam tim mini itu sudah berjalan dengan baik.
--- Semoga di tahun 2011 ini kita semua tetap optimis dan tetap fokus menuntaskan tantangan domestik kita masing-masing. Hidup ini adalah seni dan tantangan. Talk less, do more! (RD-2011)
No comments:
Post a Comment